HAKIKAT PENDIDIKAN
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Secara faktual, kegiatan pendidikan merupakan kegiatan antar manusia, oleh
manusia dan untuk manusia. Oleh karena itu pembicaraan tentang pendidikan tidak
pernah lepas dari unsure manusia. Dari beberapa pendapat tentang pendidikan
yang dikemukakan oleh para ahli pendidikan pada umumnya sepakat bahwa
pendidikan itu diberikan atau diselenggarakan dalam rangka mengembangkan
seluruh potensi manusia ke arah yang positif.
Pendidikan, pada dasarnya adalah proses kumunikasi yang didalamnya
mengandung transformasi pengetahuan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan,
di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung sepanjang hayat (life long
process), dan generasi ke generasi.
Pendidikan sebagai gejala manusiawi dan sekaligus usaha sadar, didalamnya
tidak lepas dari keterbatsan-keterbatasan yang dapat melekat pada peserta
didik, pendidik, interaksi pendidik, serta pada lingkungan dan sarana
pendidikan.
Berdasarkan uraian diatas, penyusun membatasi ruang lingkup pembahasan pada
pendidikan. Guru merupakan pelaku utama dalam pendidikan, selain peserta didik.
Pendidik (Guru) yang baik adalah yang memiliki kemampuan atau kompotensi yang
bisa diberikan kepada anak didik. Pendidik merupakan sosok yang memiliki
kedudukan yang sangat penting bagi pengembangan segenap potensi peserta didik.
Ia menjadi orang yang paling menentukan dalam perancangan dan penyiapan proses
pendidikan dan pembelajarana di kelas, paling menentukan dalam pengaturan kelas
dan pengendalian siswa, pun pula dalam penilaian hasil pendidikan dan
pembelajaran yang dicapai siswa.
Seseorang
yang menginginkan menjadi pendidik maka ia dipersyaratkan mempunyai kriteria
yang diinginkan oleh dunia pendidikan. Tidak semua orang bisa menjadi pendidik
kalau yang bersangkutan tidak bisa menunjukkan bukti dengan criteria yang
ditetapkan. Dalam hal ini oleh Dirto Hadisusanto, Suryati Sidharto, dan Dwi
Siswoyo (1995) syarat seorang pendidik adalah : (1) mempunya perasaan
terpanggil sebagai tugas suci, (2) mencintai dan mengasih-sayangi peserta
didik, (3) mempunyai rasa tanggung jawab yang didasari penuh akan tugasnya.
Ketiga persyaratan tersebut merupakan kesatuan yang tidak dapat dipisahkan satu
sama lain. Orang terasa terpanggil untuk mendidik maka ia mencintai peserta
didiknya dan memiliki perasaan wajib dalam melaksanakan tugasnya disertai
dengan dedikasi yang tinggi atau bertanggungjawab.
Namun untuk konteks Indonesia, dewasa ini telah dirumuskan syarat
kompetensi yang harus dimiliki oleh seorang guru menurut UU No. 14 Tahun 2005
Tentang Guru dan Dosen. Pada pasal 10 undang-undang tersebut disebutkan bahwa
kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan
profesi.
Pendidikan harus dapat mewujudkan fungsi dan tujuan sehingga mampu
menyiapkan peserta didik untuk berkembang dengan bantuan guru.Oleh karena itu
guru yang baik harus mempunyai keempat kompetensi tersebut.Walaupun
pembelajaran hanya terjadi di sekolah namun demikian tida berarti setelah lulus
dari pendidikan formal terhenti dari proses pendidikan.Pendidikan dapat
berlangsung sepanjang hayat di manapun seseorang dapay mengembangkan diri
melalui berbagai jenjang pendidikan non formal.
Berdasarkan uraian di atas kami membatasi ruang lingkup pembahasan pada
hakekat pendidikan,pendidikan menurut pengertian para ahli,tujuan dan fungsi
pendidikan,hubungan pendidikan dan pengajaran serta pendidikan sepanjang hayat.
B. Rumusan Masalah
1) Mengemukakan tentang arti pendidikan dan hakekat pendidikan menurut para
.... ahli.
2) Memaparkan tujuan dan fungsi pendidikan.
3) Menjelaskan apa itu pendidikan dan pengajaran.
4) Menjelaskan konsep pendidikan seumur hidup.
C.Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini kita bisa
mengetahui tentang hal – hal yang berhubungan dengan Pendidikan, mengenai arti
dan hakekat pendidikan ,tujuan dan fungsi pendidikan,pendidikan dan pengajaran
,serta konsep pendidikan sepanjang hayat.
BAB II
HAKEKAT DAN PERANAN PENDIDIKAN
A. Arti Pendidikan
Pendidikan sebagai gejala universal, merupakan suatu keharusan bagi manusia
, karena selain pendidikan sebagai gejala, juga sebagai upaya memanusiakan
manusia. Berikut ini akan dikemukakam beberapa pengertian pendidikan menurut
para ahli :
Menurut Rusli Lutan (1994) mengemukakan bahwa “pendidikan pada hakekatnya
tetap sebagai proses membangkitkan kekuatan dan harga diri dari rasa
ketidakmampuan, ketidakberdayaan, keserbakekurangan”.
Djuju Sudjana (1996:31) tentang modal itu dalam dirinya sendiri yang
tersirat dalam “human capital theory”, bahwa manusia merupakan sumber daya
utama, berperan sebagai subyek baik dalam upaya meningkatkan tarap hidup
dirinya maupun dalam melestarikan dan memanfaatkan lingkungannya. Menurut
teori-teori ini konsep pendidikan harus dirasakan atas anggapan bahwa modal
yang dimiliki manusia itu sendiri meliputi : sikap, pengetahuan, keterampilan
dan aspirasi. Dengan perkataan, “modal utama bagi kemajuan manusia tidak berada
di luar dirinya melainkan ada dalam dirinya, dan modal itu sendiri adalah pendidikan.
Menurut George F. Knelled Ledi dalam bukunya yang berjudul Of Education
(1967:63), pendidikan dapat dipandang dalam arti teknis, atau dalam arti hasil
dan arti proses. Dalam artinya yang luas pendidikan menunjuk pada suatu
tindakan atau pengalaman yang mempunyai pengaruh yang berhubungan dengan
pertumbuhan atau perkembangan jiwa (mind), watak (character), atau kemampuan
fisik (physical Ability) individu, pendidikan dalam arti ini berlangsung terus
menerus (seumur hidup) kita sesungguhnya dan pengalaman seluruh kehidupan kita
(George F. Knelled, 1967:63) dan pendidikan, Demands A. kualitative concept of
experience (Frederick Mayyer, 1963:3-5).
Selanjutnya menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan
potensi dirinya untuk emmiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian
dirinya, keperibadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan negara.
Jadi dapat disimpulkan, pendidikan adalah proses sepanjang hayat dan
perwujudan pembentukan diri secara utuh dalam pengembangan segenap potensi
dalam rangka pemenuhan semua komitmen manusia sebagai individu, makhluk sosial
dan sebagai makhluk Tuhan. Dalam pendidikan, secara implicit terjalin hubungan
antara dua pihak, yaitu pihak pendidik dan pihak peserta didik yang di dalam
hubungan itu berlainan kedudukan dan peranan setiap pihak, akan tetapi sama dalam
hal dayanya yaitu salling mempengaruhi guna terlaksananya proses pendidikan
(transformasi pendidikan, nilai-nilai dan keterampilan-keterampilan yang
tertuju kepada tujuan-tujuan yang diinginkan.
B. Hakekat pendidikan
Pendidikan adalah usaha manusia untuk kepentingan
manusia. Jadi pada saat manusia itu ada dan masih ada, pendidikan itu telah dan
masih ada pula. Pada kenyataannya dapat kita telaah bahwa praktek pendidikan
dari zaman ke zaman mempunyai garis persamaan. Garis
persamaan atau benang merah pendidikan itu ialah :
a.
Pendidikan
adalah bagian dari kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan.
b. Pendidikan merupakan
kegiatan yang bersifar universal.
- Praktek pelaksanaan pendidikan memiliki segi-segi yang umum sekaligus memiliki keunikan (ke-khasan) berkaitan dengan pandangan hidup masing-masing bangsa.
Jika
kita perhatikan pendidikan dalam keluarga, di dalam sekolah maupun praktek
pendidikan dalam mesyarakat maka ada tiga hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) pendidikan itu tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan dan pendidikan itu
merupakan sebagian dari kebudayaan, 2) pendidikan merupakan kegiatan universal
dalam kehidupan manusia, 3) dalam praktek pendidikan masyarakat itu dapat
berbeda-beda, perbedaan ini disebabkan adanya perbedaan filsafat yang dianut,
bahkan masing-masing individu berberbeda dalam melaksanakan kegiatan
pendidikan.
Manusia pada dasarnya adalah makhluk budaya yang harus membudayakan
dirinya. Manusia sebagai makhluk budaya mampu melepaskan diri dari ikatan
dorongan nalurinya serta mampu menguasai alam sekitarnya dengan alat
pengetahuan yang dimilikinya. Hal ini berbeda dengan binatang sebagai makhluk
hidup yang sama-sama makhluk alamiah dengan manusia dia tidak dapat melepaskan
dari ikatan dorongan nalurinya dan terikat erat oleh alam sekitarnya.
Istilah
kebudayaan berasal dari kata budh berasal dari bahasa Sansekeerta. Dari
kata budh ini kemudian dibentuk kata budhayah yang artinya bangun atau
sadar. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah culture.
C. Tujuan Pendidikan
Tujuan pendidikan menurut UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003, bab II pasal 3
bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis,
serta bertanggung jawab.
Tujuan pendidikan merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh kegiatan
pendidikan. Adalah suatu yang logis bahwa pendidikan itu harus dimulai dengan
tujuan, yang diasumsikan sebagai nilai. Tanpa dasar tujuan, maka dalam praktek
pendidikan tidak ada artinya (Moore, T.W, 1974:86).
Ada bermacam-macam tujuan pendidikan menurut para ahli. MJ. Langeveld
mengemukakan ada enam macam tujuan pendidikan, yaitu (1) tujuan umum, total
atau akhir, (2) tujuan khusus, (3) tujuan tak lengkap, (4) tujuan sementara,
(5) tujuan intermedier dan (6) tujuan insindental.
Tujuan
pendidikan di Indonesia bisa dibaca pada GBHN, pelbagai peraturan pemerintah
dan undang-undang pendidikan. Pertama-tama mari kita lihat GBHN tahun 1993.
Dalam GBHN itu dijelaskan bahwa kebijaksanaan pembangunan sector pendidikan
ditujukan untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yaitu manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur,
berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, keratif, terampil, beridsiplin,
beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, dan sehat
jasmani-rohani.
Kini mari kita kaitkan pandangan para ahli di atas dengan tujuan pendidikan
kita. Tujuan pendidikan di Indonesia seperti telah dibahas sebelunya, ialah
untuk membentuk manusia seutuhnya, dalam arti berkembangnya potensi-potensi
individu secara harmonis, berimbang dan terintegrasi. Bila hal ini dapat
dilaksanakan dengan baik, sudah tentu harapan-harapan para ahli yang dilukiskan
di atas bisa tercapai. Sebab tujuan pendidikan ini pun mengembangkan
potensi-potensi individu seperti apa adanya.kalaupun ada kebijakan tertentu
yang agak berbeda arah dengan tujuan ini dengan maksud-maksud tertentu,
diharapkan kebijakan itu tidak terlalu lama dipertahankan. Dengan demikian
secara konsep atau dokumen tujuan pendidikan Indonesia tidak berbeda secara
berarti dengan tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan oleh para ahli
pendidikan di dunia.
Oleh karena itu mencapai tujuan pendidikan, dibutuhkan tenaga pendidik yang
memiliki kompetensi. Apa dan bagaimana kompetensi ini, akan dijelaskan pada
bagian berikutnya.
D. Fungsi Pendidikan
1.Transfer budaya
Pendidikan mempunyai fungsi mewariskan nilai-nilai luhur budaya suatu
bangsa kepadagenerasi muda.Nilai-nilai luhur bangsa tersebut merupakan kristali
dari keyakinan,panadangan hidup,budaya,adat istiadat secara turun-temurun.Dalam
hal ini generasi muda dalam menerima nilai-nilai tersebut bersikap aktif ,tidak
statis melainkan mengembangakan budaya tersebut sesuai kemajuan zaman.
2.Proses pembentukan pribadi
Pribadi manusia sebenarnya bersifat dinamis,adapun kepribadian yang nampak
merupakan manifestasi dari sikap yang dibentuk dari pendidikan.Oleh karena itu
didalam tujuan pembangunan nasional disebutkan bahwa fungsi pendidikan adalah
membentuk manusia seutuhnya.Jadi pendidikan dalam hal ini untuk menyiapkan
peserta didik yang mempunyai kepribadian yang utuh,adanya kesimbangan antara
berbagai aspek.Pendidikan diharapkan dapat mewujudkan cita-cita bangsa
Indonesia yaitu manusi,yang bertaqwa,berkepribadian,cerdas,trampil,dan mandiri.
3.Pembentukan warga negara
Salah satu fungsi pendidikan yaitu untuk membentuk,menyiapkan peserta didik
memahami fungsinya sebagai warga Negara.Melalui pendidikan diharapkan peserta
didik mempunyai kesadaran sebagai warga Negara yang mempunyai hak dan kwajiban
sesuai dengan tugas dan tanggungjawabnya.Warga Negara yang baik bangsa
Indonesia adalah yang menerima,taat,dan melaksanakan nilai-nilai Pancasila.
4 Penyiapan tenaga kerja
Pendidikan merupakan kegiatan membimmbing peserta didik hingga memiliki
bekal untuk bekerja.Pembekalan tersebut terwujud dalam pembentukan pengetahuan
sebagai fungsi belahan otak kiri,emosional sebagai fungsi belahan otak
kanan,sikap,dan ketrampilan.Penyiapan tenaga kerjaterlaksana dalam pendidikan
prajabatan dan pendidikan dalam jabatan.
BAB III
HUBUNGAN ANTARA PENDIDIKAN DAN PENGAJARAN
A.Pendidikan
dan pengajaran
Pendidikan erat
kaitannya dengan pengajaran,dan sering sulit untuk membedakannya,walaupun pada
hakekatnya memang berbeda.Bila seseorang guru mengajuar dengan baik,dengan
sendirinya ia juga telah mendidik,dan mendidik dapat dilaksanakan dengan
mengajar.Dalam kegiatan pengajaran di sekolah ditekankan pada siswa aktif
sehingga kegitan tidak terpusat pada guru melainkan terpusat pada siswa
kegiatan ini disebut pembelajaran.Agar pembelajaran berhasil dengan baik maka
seorang guru harus menguasai kompetensi sebagai guru yang profesional.
Syah (2000:229) mengemukakan pengertian dasar kompetensi adalah kemampuan
atau kecakapan. Usman (1994:1) mengemukakan kompetensi berarti suatu hal yang
menggambarkn kualifikasi atau kemampuan seseorang, baik yang kualitatif maupun
yang kuantitatif. McAhsan (1981:45), sebagaiman dikutip oleh Mulyasa (2003:38)
mengemukakan bahwa kompetensi :”is a knowledge, skills, and abilities or
capabilities that a person achieves, wich become part office or her being to
the extent he or she can satisfactorily perform particular cognitive,
affective, and psychomotor behaviours”. Dalam hal ini, kompetensi diartikan
sebagai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan yang dikuasai oleh seseorang
yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan
perilaku-perilaku kognitif, afektif dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya.
Sejalan dengan itu, Finch dan Crunkilton (1972:222) sebagaimana dikutip oleh
Mulyasa (2003:38) mengartikan kompetensi sebagai penguasaan terhadap suatu
tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang
keberhasilan. Sofo (1999:123) mengemukakan “A competency is a composed of
skill, knowledge, ans attitude, but in particular the consistent applications
of those skill, knoeledge, and attitude to the standard of performance required
in employment “. Dengan kata lain kompetensi tidak hanya mengandung
pengetahuan, keterampilan dan sikap, namun yang penting adalah penerapan dari
pengetahuan, keterampilan dan sikap ynag diperlukan tersebut dalam pekerjaan.
Robbins (2001:37) menyebut kompetensi sebagai ablity , yaitu kapasitas
seorang individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan.
Selanjutnya dapat dikatakan bahwa kemampuan individu dibentuk oleh dua faktor,
yaitu faktor kemampuan intelektual dean kemampuan fisik. Kemampuan inteletual
adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan kegiatan mental, sedangkan
kemampuan fisik adalah kemampuan yang diperlukan untuk melakukan tugas-tugas
yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan. Spencer &
spencer (1993:9) mengatakan “ competency iws underlying caharacteristicof an
individual that is causally related ti criterion-reference effective and/or
superior performance in a job or situation”. Jadi kompetensi adalah
karakteristik dasar seseorang yang berkaitan dengan kinerja berkriteria efektif
dan atau unggul dalam suatu pekerjaan dan situasi tertentu. Selanjutnya Spencer
& Spencer menjelaskan, kompetensi dikatakan Underlying characteristic karena
karakteristik merupakan bagian yang mendalam dan melekat pada kepribadian
seseorang dan dapat memprediksi berbagai situasi dan jenis pekerjaan. Dikatakan
causally related, karena kompetensi menyebabkan atau memprediksi
perilaku dan kinerja. Dikatakan criterion-referenced, karena kompetensi
itu benar-benar memprediksi siapa-siapa saja yang kinerjanya baik atau buruk,
berdasarkan criteria atau standar tertentu. Muhaimin (2004:151) menjelaskan
kompetensi adalah seperangkat tindakan intelegen penuh tanggung jawab yang
harus dimiliki seseorang sebagai syarat untuk dianggap mampu melaksanakan
tugas-tugas dalam bidang pekerjaan tertentu. Sifat intelegen harus ditunjukkan
sebagai kemahiran, ketetapan, dan keberhasilan bertindak. Sifat tanggung jawab
harus ditunjukkan sebagai kebenaran tindakan baik dipandang dari sudut ilmu
pengetahuan, teknologi maupun etika. Depdiknas (2004:7) merumuskan definisi
kompetensi sebagai pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai dasar yang
direfleksikan dalam kebiasaan berfikir dan bertindak. Menurut Syah (2000:230),
“kompetensi” adalah kemampuan, kecakapan, keadaan berwenang, atau memenuhi syarat
menurut ketentuan hukum. Selanjutnya masih menurut Syah, dikemukakan bahwa
kompetensi guru adalah kemampuan seorang guru dalam melaksanakan
kewajiban-kewajibannya secara bertanggung jawab dan layak. Jadi kompetensi
profesional guru dapat diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan guru dalam
menjalankan profesi keguruannya. Guru yang kompeten dan profesional adalah guru
yang piawai dalam melaksanakan profesinya. Berdasarkan uraian di atas
kompetensi guru dapat didefinisikan sebagai penguasaan terhadap pengetahuan,
keterampilan, nilai dan sikap yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan
bertindak dalam menjalankan profesi sebagai guru.
Majid (2005:6) menjelaskan kompetensi yang dimiliki oleh setiap guru akan
menunjukkan kualitas guru dalam mengajar. Kompetensi tersebut akan terwujud
dalam bentuk penguasaan pengetahuan dan profesional dalam menjalankan fungsinya
sebagai guru. Diyakini Robotham (1996:27), kompetensi yang diperlukan seseorang
tersebut dapat diperoleh baik melalui pendidikan formal maupun pengalaman.
Dalam UU No. 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen dikemukakan kompetensi
pedagogic adalah “kemampuan mengelola pembelajaran peserta didik”. Depdiknas
(2004:9) menyebut kompetensi ini dengan “kompetensi pengelolaan pembelajaran”.
Kompetensi ini dapat dilihat dari kemampuan merencanakan program belajar
mengajar, kemampuan melaksanakan interaksi atau mengelola proses belajar
mengajar, dan kemampuan melakukan penilaian. Kompetensi menyusun rencana
pembelajaran menurut Joni (1984:12), kemampuan merencanakan program belajar
mengajar mencakup kemampuan : (1) merencanakan pengorganisasian bahan-bahan
pengajaran, (2) merencanakan pengelolaan kegiatan belajar mengajar, (3)
merencanakan pengelolaan kelas, (4) merencanakan penggunaan media dan sumber
pengajaran, dan (5) merencanakan penilaian prestasi siswa untuk kepentingan
pengajaran. Menurut Dwi Siswoyo, kompetensi Pedagogik bukanlah kompetensi yang
hanya bersifat teknis belaka, yaitu “kompetensi mengelola peserta didik..”
(yang dirumuskan dalam PP RI No. 19 tahun 2005), karena “pedagogy” or
“paedagogy” adalah “the art and science of teaching and educating”(Dwi
Siswoyo:2006).
Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penyusunan rencana pembelajaran
meliputi; (1) mampu mendeskripsikan tujuan, (2) mampu memilih materi, (3) mampu
mengorganisir materi, (4) mampu menentukan matode/strategi pembelajaran, (5)
mampu menentukan sumber belajar/media/alat peraga pembelajaran, (6) mampu
menyusun perangkat penilaian, (7) mampu menentukan teknik penilaian, dan (8)
mampu mengalokasikan waktu. Berdasarkan uraian di atas, merencanakan program
belajar mengajar merupakan proyeksi guru mengenai kegiatan yang harus dilakukan
siswa selama pembelajaran berlangsung, yang mencakup : merumuskan tujuan,
menguraikan deskripsi satuan bahasan, merancang kegiatan belajar mengajar,
memilih berbagai media dan sumber belajar, dan merencanakan penilaian
penguasaan tujuan. Kompetensi pedagogic ini mencakup pemahaman dan pengembangan
potensi peserta didik, perencanan dan pelaksanaan pembelajaran, serta system
evaluasi pembelajaran, juga harus menguasai “ilmu pendidikan”. Kompetensi ini
diukur dengan performance test atau episodes terstruktur dalam praktek
pengalaman lapangan (PPL), dan tase based test yang dilakukan secara tertulis.
Guru sebagai tenaga pendidik yang tugas utamanya mengajar, memiliki
karakteristik kepribadian yang sangat berpengaruh terhadap keberhasilan
pengembangan sumber daya manusia. Kepribadian yang mantap dari sosok seorang
guru akan memberikan teladan yang baik terhadap anak didik maupun
masyarakatnya, sehingga guru akan tampil sebagai sosok yang patut “digugu”
(ditaati nasehat/ucapan/perintahnya) dan “ditiru” (dicontoh sikap dan
perilakunya). Kepribadian guru merupakan faktor terpenting bagi keberhasilan
belajar anak didik. Dalam kaitan ini, Zakiah Darajat dalam Syah (2000:225-226)
menegaskan bahwa kepribadian itulah yang akan menetukan apakah ia menjadi
pendidika dan Pembina yang baik bagi anak didiknya, ataukah akan menjadi
perusak atau penghancur bagi masa depan anak didiknya terutama bagi anak didik
yang masih kecil (tingkat dasar) dan mereka yang sedang mengalami kegoncangan
jiwa (tingkat menengah). Karakteristik kepribadian yang berkaitan dengan
keberhasilan guru dalam menggeluti profesinya adalah meliputi fleksibilitas kognitif
dan keterbukaan psikologis. Fleksibilitas kognitif atau keluwesan ranah cipta
merupakan kemampuan berpikir yang diikuti dengan tindakan secara simultan dan
memadai dalam situasi tertentu. Guru yang fleksibel pada umumnya ditandai
dengan adanya keterbukaan berpikir dan beradaptasi. Selain itu, ia memiliki
resistensi atau daya tahan terhadap ketertutupan ranah cipta yang premature
dalam pengamatan dan pengenalan. Dalam UU guru dan dosen dikemukakan kompetensi
kepribadian adalah “kemampuan kepribadian yang mantap, berakhlak mulia, arif
dan berwibawa serta menjadi teladan peserta didik”. Surya (2003:138) menyebut
kompetensi kepribadian ini sebagai kompetensi personal, yaitu kemampuan pribadi
seorang guru yang diperlukan agar dapat menjadi seorang guru yang baik.
Kompetensi personal ini mencakup kemampuan pribadi yang berkenaan dengan
pemahaman diri, penerimaan diri, pengarahan diri, dan perwujudan diri. Gumelar
dan Dahyat (2002:127) merujuk pada pendapat Asian Institut for Teacher
Education, mengemukakan kompetensi pribadi meliputi : (1) pengetahuan
tentang adat istiadat baik sosial maupun agama, (2) pengetahuan tentang budaya
dan tradisi, (3) pengetahuan tentang inti demokrasi, (4) pengetahuan tentang
estetika, (5) memiliki apresiasi dan kesadaran sosial, (6) memiliki sikap yang
benar terhadap pengetahuan dan pekerjaan, (7) setia terhadap harkat dan
martabat manusia. Sedangkan kompetensi guru secara lebih khusus lagi adalah
bersikap empati, terbuka, berwibawa, bertanggung jawab dan mampu menilai diri
pribadi. Jhonson sebagaimana dikutip Anwar (2004:63) mengemukakan kemampuan
personal guru, mencakup (1) penampilan sikap yang positif terhadap keseluruhan
tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan beserta
unsur-unsurnya, (2) pemahaman, penghayatan dan penampilan nilai-nilai yang
seyogyanya dianut oleh seorang guru, (3) kepribadian, nilai, sikap hidup
ditampilkan dalam upaya untuk menjadikan dirinya sebagai panutan dan teladan
bagi para siswanya. Arikunto (1993:239) mengemukakan kompetensi personal
mengharuskan guru memiliki kepribadian yang mantap sehingga menjadi sumber
inspirasi bagi subyek didik, dan patut diteladani oleh siswa. Berdasarkan
uraian di atas, kompetensi kepribadian guru tercermin dari indicator (1) sikap
dan (2) keteladanan.
Melaksanakan proses belajar
mengajar merupakan tahap pelaksanaan program yang telah disusun. Dalam kegiatan
ini kemampuan yang dituntut adalah kreatif guru menciptakan dan menumbuhkan
kegiatan siswa belajar sesuai dengan rencana yang telah disusun. Guru harus
dapat mengambil keputusan atas dasar penilaian yang tepat, apakah kegiatan
belajar mengajr dicukupkan, apakah metodenya diubah, apakah kegiatan yang lalu
perlu diulang, manakala siswa belum dapat mencapai tujuan-tujuan pembelajaran. Pada
tahap ini disamping penentuan teori belajar mengajar, pengetahuan tentang
siswa, diperlukan pula kemahiran dan keterampilan teknik belajar, misalnya :
prinsip-prinsip belajar, penggunaan alat bantu pengajar, penggunaan metode
belajar, dan keterampilan menilai hasil belajar siswa. Yutmini (1992:13)
mengemukakan, persyaratan kemampuan yang harus dimiliki guru dalam melaksanakan
proses belajar mengajar meliputi kemampuan : (1) menggunakan metode belajar,
media pelajaran, dan bahan latihan yang sesuai dengan tujuan pelajaran, (2)
mendemonstrasikan penguasaan mata pelajaran dan perlengkapan pengajaran, (3)
berkomunikasi dengan siswa, (4) mendemonstrasikan berbagai metode belajar, dan
(5) melaksanakan evaluasi proses belajar mengajar. Hal serupa dikemukakan oleh
Harahap (1982:32) yang menyatakan, kemampuan yang harus dimiliki guru dalam
melaksanakan program mengajar adalah mencakup kemampuan : (1) memotivasi siswa
belajar sejak saat membuka sampai menutup pelajaran, (2) mengarahkan tujuan
pengajaran, (3) menyajikan bahan pelajaran dengan metode yang relevan dengan
tujuan pengajaran, (4) melakukan pemantapan belajar, (5) menggunakan alat-alat
bantu pengajaran dengan baik dan benar, (6) melaksanakan layanan bimbingan
penyuluhan, (7) memperbaiki program belajar mengajar, dan (8) melaksanakan
hasil penelitian belajar dalam pelaksnaan proses belajar.
Menurut Sutisna (1993:212), penelitian proses belajar mengajar dilaksanakan
untuk mengetahui keberhasilan perencanaan kegiatan belajar mengajar yang telah
disusun dan dilaksnakan. Penelitian diarikan sebagai proses yang menentukan
betapa baik organisasi program atau kegiatan yang dilaksanakan utnuk mencapai
maksud-maksud yang telah ditetapkan. Commite dalam Wirawan (2002:22)
menjelaskan, evaluasi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari setiap upaya
manusia, evaluasi yang baik akan menyebarkan pemahaman dan perbaikan pendidikan
sedangkan evaluasi yang salah akan merugikan pendidikan. Tujuan utama
melaksanakan evaluasi dalam proses belajar mengajar adalah untuk mendapatkan
informasi yang akurat mengenai tingkat pencapaian tujuan instruksional oleh
siswa, sehingga tindak lanjut hasil belajar akan dapat diupayakan dan
dilaksanakan. Dengan demikian, melaksanakan penelitian proses belajar mengajar
merupakan bagian tugas guru yang harus dilaksanakan setelah kegiatan
pembelajaran berlangsung dengan tujuan untuk mengetahui tingkat keberhasilan
siswa mencapai tujuan pembelajaran, sehingga dapat diupayakan tindak lanjut
hasil belajar siswa. Depdiknas (2004:9) mengemukakan kompetensi penilaian
belajar peserta didik, meliputi (1) mampu memilih soal berdasarkan tingkat
kesukaran, (2) mampu memilih soal berdasarkan tingkat pembedaan, (3) mampu
memperbaiki soal yang tidak valid, (4) mampu memeriksa jawab, (5) mampu
mengklasifikasi hal-hal penilaian, (6) mampu mengolah dan menganalisis hasil
penilaian, (7) mampu membuat interpretasi kecenderungan hasil penilaian, (8)
mampu menentukan korelasi soal berdasarkan hasil penilaian, (9) mampu
mengidentifikasi tingkat variasi hasil penilaian, (10) mampu menyimpulkan dari
hasil penilaian secara jelas dan logis, (11) mampu menyusun program tindak
lanjut hasil penilaian, (12) mengklasifikasi kemampuan siswa, (13) mampu
mengidentifikasi kebutuhan tindak lanjut hasil penilaian, (14) mampu
melaksanakan tindak lanjut, (15) mampu mengevaluasi hasil tindak lanjut, dan
(16) mampu menganalisis hasil evaluasi program tindak lanjut penilaian.
Berdasarkan
uraian di atas kompetensi Pedagogik tercermin dari indicator (1) kemampuan
merencanakan program belajar mengajar, (2) kemampuan melaksanakan interaksi
atau mengelola proses belajar mengajar, dan (3) kemampuan melakukan penilaian.
B. Pendidikan sepanjang hayat
“Menuntut ilmu adalah kewajiban
setiap muslim dan muslimat. Tuntutlah ilmu sejak buaian sampai lubang kubur.
Tiada amalan umat yang lebih utama daripada belajar”.Belajar sepanjang hayat ini dikemukakan oleh
Edgar Faure dari The International Council of Educational Development (ICED)
atau Komisi Internasional Pengembangan Pendidikan. Sebagai
ketua Komisi tersebut Edgar Faure mengatakan : With its confidence in man’s
capacity to perfect himself through education, the Moslem world was among the
first to recommend the idea of lifelong education, exhorting Moslem to educate
themselves from cradle to the grave. (Faure, 1972, h.8)
Islam mewajibkan pemeluknya untuk
belajar dan mengembangkan kemampuan nalarnya secara terus menerus bukan saja
terhadap objek-objek di luar dirinya, tetapi juga terhadap kehidupannya sendiri
baik sebagai perorangan maupun sebagai suatu komunitas.Seperti dikemukakan oleh
Andrias Harefa (2000) bahwa pembelajaran akan mampu membuat manusia tumbuh dan
berkembang sehingga berkemampuan, menjadi dewasa dan mandiri. Manusia mengalami
transformasi diri, dari belum/tidak mampu menjadi mampu atau dari
ketergantungan menjadi mandiri. Dan, transformasi diri ini seharusnya terus
terjadi sepanjang hayat, asalkan ia tidak berhenti belajar, asal ia tetap
menyadari keberadaannya yang bersifat present continuous, on going process, atau
on becoming. Persoalannya adalah, sebagian besar manusia tidak mendisiplinkan
dirinya untuk tetap belajar tanpa henti. Sebagian besar manusia berhenti
belajar setelah merasa dewasa. Sikap gede rasa ini umumnya disebabkan oleh
kebodohan yang bersifat sosial dan mental/ psiko-spiritual. Sebagian orang
merasa telah dewasa karena telah berusia di atas 17 atau 21, atau telah selesai
sekolah atau kuliah, telah memiliki gelar akademis, telah memiliki pasangan
hidup, telah memiliki pekerjaan dan jabatan yang memberinya nafkah lahiriah.
Hal-hal itu telah membuat mereka berhenti belajar, sehingga tidak lagi
mengalami transformasi-transformasi dalam kehidupannya, sehingga mereka tidak
siap mengantisipasi perubahan-perubahan yang timbul. Sebaliknya bagi mereka
yang senantiasa menjadikan proses belajar merupakan bagian dari kehidupannya
mereka akan senantiasa siap mengantisipasi perubahan yang timbul atau bahkan
perubahan yang diperoleh mereka sebagai akibat langsung dari proses belajar
yang senantiasa mereka lakukan. Konsekwensi perubahan yang terjadi akan menjadi
titik tolak bagi mereka untuk senantiasa terus belajar – on becoming a learner
istilah yang dipakai Andrias Harefa- untuk selalu siap mengantisipasi perubahan
yang akan muncul lagi sebab perubahan merupakan sesuatu yang abadi, selamanya
akan muncul on and on.
Kegiatan pembelajaran dapat
dikelompokkan ke dalam dua kelompok diantaranya kegiatan yang terjadi pada
jalur pendidikan sekolah dan jalur pendidikan luar sekolah.Pada jalur
pendidikan luar sekolah, sejak kehadirannya, kegiatan pembelajaran kelompok
menjadi ciri utama. Dalam perkembangannya, kegiatan pembelajaran dalam
pendidikan luar sekolah telah memperoleh dukungan dari berbagai teori
pembelajaran dan dari pengalaman para praktisi di lapangan sehingga muncul
kegiatan pembelajaran partisipatif. Dewasa ini pembelajaran partisipatif tidak
saja digunakan dalam program-program pendidikan luar sekolah tetapi juga di
beberapa kawasan di dunia ini, dan telah diserap serta diterapkan pada
program-program pendidikan sekolah. Dengan demikian pembelajaran partisipatif
telah menjadi bagian dari strategi pembelajaran yang dapat digunakan dan
dikembangkan di dalam proses pendidikan baik di satuan pendidikan sekolah
maupun satuan pendidikan luar sekolah.
Upaya penerapan pembelajaran
partisipatif pada pendidikan sekolah dapat dipertegas dengan menekankan peranan
pendidik untuk membantu peserta didik melakukan kegiatan belajar secara aktif
dan partisipatif. Keterlibatan pendidik dapat meliputi dua hal penting,
diantaranya, pertama, dalam penyusunan dan pengembangan program belajar serta
yang kedua, dalam upaya menumbuhkan kondisi supaya peserta didik melakukan
kegiatan belajar partisipatif. Keterlibatan dalam penyusunan dan pengembangan
program pembelajaran, pendidik bersama peserta didik melakukan asesmen
kebutuhan belajar; identifikasi sumber-sumber dan kemungkinan hambatan dalam
pembelajaran; menyusun tujuan belajar, menetapkan komponen dan proses
pembelajaran, serta melaksanakan dan menilai program pembelajaran. Keterlibatan
pendidik dalam menumbuhkan situasi belajar yang kondusif bagi peserta didik
untuk belajar meliputi upaya menciptakan iklim belajar yang partisipatif.
Knowles mengemukakan ada tujuh langkah pendidik yang dapat membantu peserta didik
untuk belajar partisipatif. Ketujuh langkah tersebut adalah membantu peserta
didik untuk: (1) menumbuhkan keakraban yang mendorong untuk belajar, (2)
menjadi anggota kelompok dan belajar dalam kelompok, (3) mendiagnosis kebutuhan
belajar, (4) merumuskan tujuan belajar, (5) menyusun pengalaman belajar, 6)
melaksanakan kegiatan belajar, dan (7) melakukan penilaian terhadap proses,
hasil, dan pengaruh belajar.
Produk dari suatu proses
pembelajaran baik pendidikan sekolah maupun pendidikan luar sekolah adalah
perubahan tingkah laku peserta didik selama dan setelah mengikuti proses
pembelajaran. Perubahan perilaku tersebut mencakup ranah (domain) afektif,
kognitif, dan psiko-motorik serta konatif. Ranah afektif adalah sikap dan
aspirasi peserta didik dalam lingkungannya melalui tahapan penerimaan stimulus,
respons, penilaian, pengorganisasian, dan karakterisasi diri dalam menghadapi
stimulus dari lingkungan. Ranah Kognitif adalah kecakapan peserta didik yang
diperoleh melalui pengetahuan, pemahaman, penggunaan, analisis, sintesis, dan
evaluasi terhadap sesuatu berdasarkan asas-asas dan fungsi kelimuan. Asas
keilmuan yang objektivitas, observabilitas, dapat diukur, dan bernilai guna,
sedangkan fungsi keilmuan adalah menggambarkan, menjelaskan, memprediksi, dan
mengandalkan. Psiko-motorik atau skills adalah penguasaan dan penggunaan
sesuatu keterampilan melalui tahapan rangsangan, kesiapan merespons, bimbingan
dlam melakukan respons, gerakan mekanik, respons yang lebih kompleks, adaptasi,
dan melakukan sendiri. Tegasnya perubahan tingkah laku peserta didik dalam
ranah afektif, kognitif, psiko-motorik, dan konatif merupakan produk
pembelajaran.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kualitas
sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh pendidikan. Dengan demikian,
bidang/dunia pendidikan adalah bidang menjadi tulang punggung pelaksanaan
pembangunan nasional. Tujuan pendidikan, khususnya di Indonesia adalah
membentuk manusia seutuhnya yang pancasilais, dimotori oleh pembangunan afeksi.
Tujuan khusus ini hanya bisa ditangani dengan ilmu pendidikan bercorak
Indonesia sesuai dengan kondisi Indonesia, dan dengan penyelenggaraan
pendidikan yang memakai konsep system.
Pendidikan
di Indonesia diselenggarakan dengan mengandalkan empat kompetensi yang harus dikuasai/dimiliki
oleh tenaga pengajar. Empat kompetensi itu adalah kompetensi profesional,
kompetensi sosial, kompetensi kepribadian, dan kompetensi pedagogik. Agar
pendidikan optimal maka proses pembelajaran harus dapat berfungsi mampu
membantu peserta didik mengembangkan potensinya yang terpendam.Pendidikan yang
berhasil akan menyiapkan peserta didik untuk berkembang secara terus menerus
sesuai konsep pendidikan sepanjang hayat.
B.
Saran
1.
Membuat
kebijakan dan regulasi yang diperlukan untuk mendukung pengelolaan pendidikan.
2.
Mengembangkan
kapasitas SDM pemerintah dan masyarakat dalam pengelolaan pendidikan.
3.
Meningkatkan
pelayanan dasar berupa proses belajar mengajar yang berdasarkan PAIKEM.
4.
Mengembangkan
sistem pendidikan Nasional yang inofatif untuk mewujudkan Tujuan Nasional.
DAFTAR
PUSTAKA
Siswoyo,
Dwi, dkk. 2007. Ilmu Pendidikan. UNY
Press. Yogyakarta
UU
Sikdiknas. 2006. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
UU
Sisdiknas No. 20 Tahun 2003.
UU Guru
dan Dosen. 2005. Pustaka Pelajar. Yogyakarta
Peraturan
Menteri Nomor 18 Tahun 2007, tentang Sertifikasi bagi Guru dalam Jabatan
Peraturan
Menteri Nomor 11 Tahun 2005, tentang Buku Teks Pelajaran
Pidarta,
Dr. Made. 2000. Landasan Kependidikan.
Rineka Cipta. Jakarta
Peraturan
Menteri No. 16 / 18.
Komentar
Posting Komentar