Studi Kasus Penerapan Konseling Behavioristik Dalam Meningkatkan Penyesuaian Diri Terhadap Tata Tertib Sekolah



BAB II
KAJIAN PUSTAKA

          Sesuai dengan judul “Studi Kasus Penerapan Konseling Behavioristik Dalam Meningkatkan Penyesuaian  Diri Terhadap Tata Tertib Sekolah-Siswa Kelas X SMA NU Al Ma’arif Kudus Tahun Ajaran 2011/2012” paparan berikut akan membahas tentang :
2.1     Studi Kasus
2.1.1  Pengertian Studi Kasus
Studi kasus adalah studi tentang keadaan dan perkembangan siswa secara mendalam dengan menggunakan teknik, cara untuk memperoleh data yang dapat digunakan untuk membantu mengentaskan masalah yang dihadapi sehingga mampu mengembangkan diri dengan maksimal.
Untuk memperoleh gambaran yang lebih jelas tentang pengertian studi kasus maka penulis mengemukakan beberapa pendapat tentang studi kasus.
Depdikbud (1997: 2) menjelaskan studi kasus adalah suatu studi analisis yang komprehensif dengan menggunakan berbagai teknik, bahan dan alat mengenal gejala atau ciri-ciri karakteristik berbagai jenis masalah atau tingkah laku menyimpang, baik individu maupun kelompok.
Winkel (1993 : 23) menjelaskan bahwa studi kasus dalam rangka pelayanan bimbingan merupakan metode yang mempelajari keadaan dan perkembangan seorang siswa secara lengkap dan mendalam dengan lebih baik dan membantunya dalam perkembangan selanjutnya.
Arikunto (1998: 314) menjelaskan bahwa studi kasus adalah mengumpulkan data yang menyangkut individu yang dipelajari mengenai gejala yang ada dilakukan saat penelitian, pengalaman waktu lampau tingkat kehidupan dan bagaimana faktor-faktor ini berhubungan satu sama lain.
Berdasarkan dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa studi kasus adalah suatu studi yang lengkap dan menyeluruh dengan menggunakan berbagai teknik, bahan dan data untuk mengenali gejala yang ada pada saat penelitian, mempelajari keadaan dan perkembangan individu untuk mengetahui berbagai jenis masalah dalam kehidupan nyata yang dialami oleh individu atau kelompok.
          Berpijak pada pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa studi kasus mencakup ciri-ciri sebagai berikut :
1.    Untuk memahami individu secara mendetail, diperlukan pengumpulan data tentang aspek-aspek kepribadian.
2.    Untuk memperoleh data yang memadai atau lengkap diperlukan berbagai teknik pengumpulan data.
3.    Data yang diperoleh dan telah dikumpulkan itu dipergunakan sebagai bahan untuk memberikan bantuan layanan bimbingan.
Wali kelas atau guru pembimbing dalam rangka memberikan bantuan pemecahan masalah kepada para siswanya, mungkin sudah bisa dipecahkan dalam satu atau dua kali konsultasi saja, apabila permasalahan yang dihadapi siswa tidak terlalu komplek.  Tetapi apabila wali kelas/guru pembimbing menghadapi permasalahan siswa yang komplek, maka siswa yang bersangkutan perlu ditangani secara khusus dalam bentuk studi kasus.
Studi kasus dalam penelitian ini dikandung maksud suatu teknik untuk mempelajari keadaan siswa kelas X di SMA NU Al-Ma’ruf Kudus secara mendalam, baik fisik maupun psikisnya, untuk membantu permasalahan yang dihadapinya, yaitu perilaku tidak disiplin dengan penerapan model konseling behavior.
2.1.2  Ciri-ciri Kasus
Penelitian berpendapat ciri-ciri kasus adalah langkah-langkah yang dilakukan konselor untuk menangani permasalahan siswa yang segera ditangani.  Adapun untuk lebih konkritnya ada beberapa kutipan dari para ahli sebagai berikut :
          Depdikbud Dirjen Diknas dan Umum (1997: 2) menyatakan ciri-ciri kasus adalah:
1.    Merupakan adanya peristiwa atau kejadian yang dipandang sebagai suatu masalah yang cukup serius yang dialami siswa secara perorangan maupun kelompok.
2.    Masalah tersebut masih dalam wilayah lingkungan atau ruang lingkup bimbingan dan konseling sekolah.
3.    Tidak terselesaikannya masalah tersebut secara tepat atau sehat akan menimbulkan kerugian, misalnya kegoncangan jiwa kronis, jatuhnya pribadi maupun merugikan pihak lain (mengancam diri sendiri maupun merugikan orang lain).
4.    Pada umumnya perlu mendapatkan bantuan dalam proses penyelesaiannya, dalam hal ini diperlukan penanganan secara khusus oleh petugas yang kompeten dan berwenang.
          Ciri-ciri khusus kutipan di atas, pada dasarnya menunjukkan bahwa masalah yang dihadapi siswa cukup serius sehingga dapat menghambat perkembangan pribadinya atau orang lain.  Agar dapat menyelesaikan tugas-tugas sekolah lainnya, maka permasalahan mereka perlu ditelaah secara mendalam agar dapat mengatasinya.
2.1.3    Langkah-langkah Memahami Kasus
          Pemahaman terhadap suatu kasus perlu dilakukan secara menyeluruh, mendalam dan obyektif.  Menyeluruh artinya meliputi semua jenis informasi yang dilakukan, baik kemampuan akademik, keadaan sosial psikologis termasuk bakat, minat, sikap, keadaan fisik, lingkungan keluarga.  Informasi itu dipelajari melalui berbagai cara termasuk wawancara konseling, kunjungan rumah, observasi, catatan komulatif.  Hal ini dilakukan agar data yang diperoleh akurat sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pemberian bantuan.  Dengan mengetahui langkah-langkah tersebut diharapkan pelaksanaan konseling dapat berjalan dengan maksimal.  Untuk lebih jelasnya penulis kemukakan beberapa pendapat.
          Langkah-langkah dalam pelaksanaan studi kasus adalah sebagai berikut :
1.    Menganalisia gejala.
2.    Membuat suatu deskripsi kasus secara obyektif, sederhana dan jelas.
3.    Mempelajari lebih lanjut aspek yang ditemukan untuk menentukan jenis masalahnya.
4.    Jenis masalah yang sudah dikelompokkan, dijabarkan dengan cara menyumbangkan ide-ide yang lebih rinci.
5.    Membuat perkiraan kemungkinan penyebab masalah.
6.    Perkiraan penyebab masalah itu membantu untuk mempelajari jenis informasi yang dikumpulkan dalam teknik atau alat yang digunakan dalam mengumpulkan informasi atau data.
7.    Membuat perkiraan kemungkinan akibat yang timbul dan jenis bantuan yang diberikan baik bantuan langsung guru pembimbing atau perlu konferensi kasus atau alih tangan kasus (referral).
8.    Langkah-langkah pengumpulan data terutama melihat jenis informasi atau data yang diperlukan seperti antara lain kemampuan akademik, sikap, bakat, minat, baik melalui teknis tes maupun teknik non tes.
9.    Kerangka berpikir untuk menentukan langkkah-langkah menangani dan mengungkap kasus (Depdikbud Dirjen Dikdas dan Umum, 1997: 15).
          Langkah-langkah dalam mengungkap kasus sesuai dengan kutipan di atas, maka pemahaman terhadap suatu kasus perlu dilakukan secara menyeluruh, mendalam dan obyektif.  Menyeluruh artinya meliputi semua jenis informasi yang diperlukan, baik kemampuan akademik, keadaan sosial psikologis, termasuk bakat, minat, keadaan fisik.  Informasi itu dipelajari melalui berbagai cara termasuk wacana, kunjungan rumah, observasi dan catatan komulatif.
          Adapun langkah-langkah dalam menangani dan mengungkapkan suatu kasus dapat digambarkan pada skema sebagai berikut :
SKEMA KERANGKA BERPIKIR












(Depdikbud Dirjen Dikdas dan Umum 1997 : 15)
          Langkah-langkah dalam upaya memahami kasus yang digambarkan pada skema di atas adalah sebagai berikut :
1.    Gejala
       Mengamati adanya suatu gejala, gejala itu mungkin ditemukan atau diperoleh dengan beberapa cara yaitu :
       1.1     Guru pembimbing menemukan sendiri gejala itu pada siswa yang mempunyai masalah.
       1.2     Guru mata pelajaran memberikan informasi adanya siswa yang bermasalah kepada guru pembimbing.
       1.3     Wali kelas meminta bantuan guru pembimbing untuk menangani seseorang siswa yang bermasalah berdasarkan informasi yang diterima dari pihak lain seperti siswa, para guru, atau pihak tata usaha.
2.    Membuat deskripsi kasus
       Setelah gejala itu dipahami oleh guru pembimbing, kemudian dibuatkan suatu deskripsi tentang masalah secara obyektif, sederhana tetapi cukup jelas.
3.    Setelah diskripsinya dibuat, kemudian dipelajari lebih lanjut. Aspek ataupun bidang-bidang masalah yang mungkin dapat ditemukan dalam deskripsi itu kemudian ditentukan jenis masalahnya, apakah menyangkut masalah pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
4.    Jenis masalah yang sudah dikelompokkan itu kemudian dijabarkan dengan mengembangkan ide-ide atau konsep-konsep menjadi lebih rinci, agar lebih mudah untuk memahami permasalahannya.
5.    Adanya jabaran masalah yang lebih terinci itu dapat membantu guru pembimbing untuk membuat perkiraan kemungkinan sumber masalah itu muncul.
6.    Perkiraan kemungkinan sumber penyebab itu dapat membantu menjelajahi jenis informasi yang dikumpulkan, sumber informasi itu perlu dikumpulkan dengan teknik atau alat yang digunakan dalam pengumpulan informasi atau data.
7.    Membuat perkiraan kemungkinan akibat yang muncul dan jenis bantuan yang dapat diberikan merupakan langkah penting, agar kita dapat menjajaki kemungkinan memberikan bantuan, apakah bantuan langsung ditangani oleh guru pembimbing atau perlu konferensi kasus atau alih tangan kasus.
8.    Langkah pengumpulan data itu terutama melihat jenis informasi atau data yang diperlukan seperti kemampuan akademik, sikap atau kepribadian, bakat, minat data tersebut diperoleh melalui teknik tes maupun non tes.
9.    Setelah mengetahui jenis kasus kemudian diberikan treatment atau konseling sampai pada evaluasi dan tindak lanjut.
2.2  Pendekatan Konseling Behavioristik
          Dalam layanan bimbingan ada bebeapa teknik yang dapat digunakan dalam proses konseling.  Penelitian ini menggunakan pendekatan behavioristik (BH), karena layanan konseling behavior merupakan suatu model konseling pada perubahan tingkah laku yang tampak yang sesuai tuntutan lingkungan melalui proses belajar.
2.2.1  Pengertian Layanan Konseling Behavioristik
          Manusia adalah mahluk reaktif yang tingkah lakunya dikontrol oleh factor-faktor dari luar.  Manusia memberikan kehidupannya dengan memberikan reaksi terhadap lingkungannya dan interaksi ini memberikan pola-pola perilaku yang kemudian membentuk kepribadian.  Tingkah laku seseorang ditentukan oleh banyak macamnya penguatan yang diterima dalam situasi hidupnya.
          Winkel (1991: 356) model konseling behavioristik adalah suatu model yang diharapkan dapat menghasilkan perubahan yang nyata dalam perilaku konseli.  Tetapi behavior atau terapi tingkah laku merupakan penerapan aneka ragam teknik prosedur yang berakar pada berbagai teori belajar dan menyertakan penerapan yang sistematis prinsip-prinsip belajar pada perubahan tingkah laku pada cara-cara yang lebih adaptif.
2.2.2  Konsep Dasar Pendekatan Konseling Behavioristik
          Behavioristik adalah pandangan ilmiah tentang tingkah laku manusia.  Konsep dasarnya adalah bahwa tingkahlaku itu tertib dan bahwa eksperimen yang dikendalikan dengan cermat akan mengungkapkan hukum-hukum yang mengendalikan tingkah laku.  Pendekatan behavioristik tidak menguraikan asumsi-asumsi filosofis tertentu tentang manusia secara langsung, setiap orang dipandang memiliki kecenderungan positif negative yang sama. Manusia pada dasarnya dibentuk oleh lingkungan sosial budayanya. Segenap tingkah laku manusia itu dipelajari. Dengan demikian bahwa segenap tingkah laku pada dasarnya merupakan hasil dari kekuatan-kekuatan lingkungan dan faktor-faktor genetik.
Pujosuwarno (1993:80) menyatakan, Konsep dasa yang dipakai oleh behavior therapy adalah belajar.  Belajar adalah perubhan tingkah laku yang disebabkan bukan karena kematangan.  Teori belajar yang dipakai dalam pendekatan ini sebagai aplikasi dari percobaan-percobaan tingkah laku dalam laboratorium.  Para ahli berasumsi bahwa seluruh tingkah laku tersebut dapat diubah dengan menggunakan prinsip-prinsip belajar.
Corey (1999:323) menyebutkan, konsep dasar teori konseling behavioristik sebagai berikut :
1.    Pemusatan perhatian kepada tingkah laku yang tampak dan spesifik, kecermatan dan penguraian penyusunan tujuan-tujuan treatment, perumusan pengembangan rencana prosedur treatment yang spesifik dan sesuai dengan masalah, penaksiran evaluasi obyektif atas hasil-hasil terapi.

2.    Terapi berlandaskan prinsip-prinsip teori belajar.
3.    Tingkah laku yang normal dipelajari melalui perkuatan dan peniruan.
4.    Tingkah laku yang abnormal adalah akibat dari belajar yang keliru.
5.    Menekankan pada tingkah laku sekarang dan hanya memberikan sedikit perhatian kepada sejarah masa lampau dan sumber-sumber gangguan.
Urusan layanan terapeutik yang utama dalam pendekatan behavioristik adalah mengisolasi tingkah laku masalah dan kemudian menciptakan cara-cara untuk mengubahnya.  Pada dasarnya konseling behavioristik diarahkan pada tujuan untuk memperoleh tingkah laku yang baru, menghapus tingkah laku yang maladatif serta memperkuat dan mempertahankan tingkah laku yang diinginkan.  Pernyataan yang tepat tentang tujuan-tujuan treatment dispesifikasi, sedangkan pernyataan yang bersifat umum tentang tujuan ditolak, misalnya klien diminta untuk menyatakan dengan cara-cara konkret jenis-jenis tingkah laku masalah yang ingin dirubahnya. 
Setelah mengembangkan pernyataan yang tepat tentang tujuan treatmen,




Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Bola Besar

TUGAS AKHIR PROGRAM

WISATA PULAU BALI DAN LAPORAN PERJALANAN WISATA