LANDASAN PENDIDIKAN



MAKALAH
LANDASAN PENDIDIKAN
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan





Disusun oleh :
Nama  : Bambang Riyanto
NIM   : 10510062
Kelas : C
Prodi : PPs - MP









INSTITUT KEGURUAN DAN ILMI PENDIDIKAN
( IKIP PGRI )
SEMARANG
2010



(01)


BAB I
Pendahuluan
Dengan memanjatkan rasa syukur kehadirat Allah, Tuhan Pencipta seluruh alam, atas segala rahmat  dan karuniaNya, saya telah selesai menyusun satu tugas Landasan Pendidikan dalam rangka meleng- kapi perkuliahan Landasan Pendidikan semester I tahun 2010 / 2011.
       Sebagai calon magister pendidikan, mata kuliah Landasan Pendidikan sangat perlu dipelajari karena mata kuliah ini sebagai pondasi atau dasar pijakan untuk melangkah atau mementukan strategi pembelajaran yang diinginkan oleh masyarakat yang telah tertuang dalam Undang-Undang Sisdiknas.
       Dalam tugas makalah Landasan Pendidikan ini, saya membatasi pokok bahasan hanya pada masalah Profesi Guru, yang akan terbagi dalam sub-bab sub-bab, antara lain : 1. Penegertian profesi guru, 2. kompetensi guru professional, 3. profesi guru dalam kaitannya dengan siswa, 4. tugas guru sebagai pengajar, 5. Tugas guru sebagai wali kelas, 6. Tugas guru sebagai pembimbing dan konselor, dan 7. Profesionalisasi guru.
      Saya menyadari bahwa tidak tertutup kemungkinan pada makalah ini terdapat kesalahan-keslahan, baik salah cetak maupun salah isi dan pemahaman. Oleh karena itu, kepada semua pihak yang ada kaitannya pada makalah ini, saya dengan senang hati akan menerima saran dan kritik yang membangun.








(02)
BAB II
PENGERTIAN PROFESI GURU
    Kata profesi berasal dari kata Bahasa Inggris profession atau dari Bahasa Latin profecus yang berarti suatu jabatan atau pekerjaan seseorang yang umumnya pekerjanya adalah pekerja kantoran, yang memerlukan baik otak maupun tenaga. Tetapi lebih sering menggunakan otaknya daripada tenaganya. Berbeda dengan seorang tukang, yang pekerjaannya biasanya di luar kantor atau di lapangan yang tidak memerlukan banyak memeras otak, yang penting tenaganya kuat.
      Seorang profesional memerlukan keahlian tinggi, memerlukan sekolah lanjutan bahkan sampai ke perguruan tinggi. Bahkan Tri Suyati dalam bukunya “Profesi Keguruan” menyebutkan profesi bias diartikan :  mengakui, pengakuan, menyatakan mampu, atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mempersyaratkan tingkat pendidikan tinggi.
    Kata 'keguruan' adalah kata benda abstrak artinya hanya terbatas pada pengertian yang tidak bisa dilihat secara kasat mata, seperti halnya pada kata pemerintahan. Kata keguruan itu sendiri berasal dari  kata 'guru' yaitu kata benda konkrit yang bisa dilihat dengan kasat mata yang berarti ( menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia oleh WJS Poerwadarminta ) orang yang mengajar. Sedangkan kata keguruan itu sendiri berarti sesuatu yang berhubungan atau ada sangkut pautnya dengan pekerjaan guru. Misalnya Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.   
      Dengan demikian profesi keguruan adalah suatu kegiatan atau aktifitas atau pekerjaan yang berhubungan dengan hal pengajaran atau pendidikan yang menuntut pendidikan tinggi ( minimal S1 /Sarjana pendidikan atau non sarjana pendidikan yang telah mendapat sertifikasi guru atau pendidik ). Mengapa demikian? Karena profesi keguruan adalah pekerjaan yang tidak hanya memerlukan fisik saja melainkan juga mental. Sehingga profesi guru disejajarkan dengan profesi-profesi yang lain, misalnya profesi kedokteran. Dengan kata lain profesi adalah suatu pekerjaan yang dianggap pekerjaan halus, tingkat tinggi, pekerjaan yang prestise, bukan seperti tukang kayu atau tukang becak. Mereka tidak disebut sebagai profesi kayu atau profesi becak. Mengapa? Karena tukang kayu atau tukang becak tidak memerlukan pengetahuan yang tinggi, yang penting tenaganya kuat. Lain halnya dengan seorang profesional, misal guru, memerlukan pengetahuan tinggi, harus terus belajar, juga fisik yang kuat. Seoarang tukang becak, misalnya, kalau dia lelah bekerja, tidur pulas, esuknya badan segar kembali dan kerja lagi, tapi seorang perofesional kalau yang lelah otaknya, sulit untuk tidur.
(03)

BAB III
KOMPETENSI GURU PROFESIONAL
Meski saat ini telah lahir Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai landasan yuridis profesi guru, tetapi untuk menjadikan guru di Indonesia sebagai sebuah pekerjaan profesional  tampaknya masih perlu dikaji dan direnungkan lebih jauh.Berikut ini kami sebutkan beberapa criteria tentang kompetensi guru professional.
1. Seorang guru bisa dikatakan sebagai seorang profesional apabila dia memiliki latar     belakang pendi 
    dikan sekurang-sekurangnya setingkat sarjana. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 disebut -
    kan bahwa untuk dapat memangku jabatan guru minimal memiliki kualifikasi pendidikan D4 / S1.
    Ketentuan ini telah memacu para guru untuk berusaha meningkatkan kualiafikasi akademiknya, baik
    atas  biaya sendiri maupun melalui bantuan bea siswa pemerintah. Walaupun,  dalam beberapa kasus   
    tertentu  ditemukan  ketidakselarasan  dan  inkonsistensi  program  studi yang  dipilihnya. Misalnya,
    semula dia berlatar belakang D3 Bimbingan dan Konseling tetapi mungkin karena alasan-alasan ter-
    tentu yang sifatnya pragmatis, dia malah melanjutkan studinya pada program studi lain.
2. Guru adalah seorang ahli. Sebagai seorang ahli, maka dalam diri guru harus tersedia pengetahuan  
    yang luas dan mendalam (kemampuan kognisi atau akademik tingkat tinggi) yang terkait dengan
    substansi mata pelajaran yang menjadi tanggung jawabnya. Dia harus sanggup mendeskripsikan,
    menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang berhubungan
    dengan mata pelajaran yang diampunya. Misalnya, seorang guru Biologi harus mampu menjelaskan,
    mendeskripsikan, memprediksikan dan mengendalikan tentang berbagai fenomena yang
    berhubungan dengan Biologi, walaupun dalam hal ini mungkin tidak sehebat ahli biologi (sains).
3. Seorang guru dituntut pula untuk menunjukkan keterampilannya secara unggul dalam bidang
    pendidikan dan pembelajaran (kemampuan pedagogik), seperti: keterampilan menerapkan berbagai
    metode dan teknik pembelajaran, teknik pengelolaan kelas, keterampilan memanfaatkan media dan
(04)
     sumber belajar, dan sebagainya. Keterampilan pedagogik inilah yang justru akan membedakan guru
    dengan ahli lain dalam bidang sains yang terkait. Untuk memperoleh keterampilan pedagogik ini, di
    samping memerlukan bakat tersendiri juga diperlukan latihan secara sistematis dan
    berkesinambungan.
    Lebih dari itu, seorang guru tidak hanya sekedar unggul dalam mempraktikkan pengetahuanya tetapi   
    juga mampu menuliskan  segala sesuatu yang berhubungan bidang keilmuan (substansi mata
    pelajaran) dan bidang yang terkait pendidikan dan pembelajaran, misalnya kemampuan membuat
    laporan penelitian, makalah, menulis buku dan kegiatan literasi lainnya. Inilah kriteria yang ketiga
    dari seorang profesional.
4. Seorang guru dikatakan sebagai profesional manakala dapat bekerja dengan kualitas tinggi.
    Pekerjaan guru termasuk dalam bidang jasa atau pelayanan (service). Pelayanan yang berkualitas
    dari seorang guru ditunjukkan melalui kepuasan dari para pengguna jasa guru yaitu siswa.
    Kepuasaan utama siswa selaku pihak yang dilayani guru terletak pada pencapaian prestasi belajar
    dan terkembangkannya segenap potensi yang dimilikinya secara optimal melalui proses
    pembelajaran yang mendidik. Untuk bisa memberikan kepuasan ini tentunya dibutuhkan
    kesungguhan dan kerja keras dan cerdas dari guru itu sendiri.
5. Seorang guru dikatakan sebagai seorang profesioanal  apabila dia dapat berperilaku sejalan dengan
    kode etik profesi serta dapat bekerja dengan standar yang tinggi. Beberapa produk hukum kita sudah
    menggariskan standar-standar yang berkaitan dengan tugas guru. Guru profesional tentunya tidak
    hanya sanggup memenuhi standar secara minimal, tetapi akan mengejar standar yang lebih tinggi.
    Termasuk dalam kriteria yang kelima adalah membangun rasa kesejawatan dengan rekan seprofesi
    untuk bersama-sama membangun profesi dan menegakkan kode etik profesi.


(05)
BAB IV
PROFESI GURU DALAM KAITANNYA DENGAN SISWA
    Mengajar merupakan tugas utama bagi seorang guru. Dalam hal ini guru bertanggung jawab membelajarkan si pelajar. Tugas ini merupakan tugas kembar bersama pengelolaan kelas. Untuk itu guru berkewajiban untuk membangkitkan semangat, motivasi siswa untuk belajar dan memberikan penguatan serta peneguhan agar siswa benar-benar menguasai ilmu dan pengetahuan yang diajarkan oleh guru secara mantap dan tahan lama. Terkait dengan tugas mengajar tersebut, guru mendapatkan beberapa predikat sebagai berikut :
a. Peran guru sebagai fasilitator
    Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
     Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan, yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila:
    (1). Siswa secara penuh dapat mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran
    (2). Apa yang dipelajari bermanfaat dan praktis (usable).
    (3). Siswa mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan ketrampilan
           dalam waktu yang cukup.
    (4). Pembelajaran dapat mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebe-
           lumnya dan daya pikir siswa.
    (5). Terbina saling pengertian, baik antara guru dengan siswa maupu siswa dengan siswa
(06)
Di samping itu, guru seyogyanya dapat memperhatikan karakteristik-karakteristik siswa yang akan menentukan keberhasilan belajar siswa, diantaranya:
     (a). Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang berbeda-beda.
     (b). Setiap siswa memiliki tendensi untuk menentukan kehidupannnya sendiri.
     (c). Siswa lebih memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan menjadi kebutuhannnya.
     (d). Apabila diminta menilai kemampuan diri sendiri, biasanya cenderung akan menilai lebih rendah
           dari kemampuan sebenarnya.
     (e). Siswa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat kongkrit dan praktis.
     (f). Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada diceramahi.
     (g). Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada  hukuman (punishment).
Pada bagian lain, Wina Senjaya (2008) mengemukakan bahwa agar guru dapat mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator, maka guru perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaa-
tan berbagai media dan sumber belajar. Dari ungkapan ini, jelas bahwa untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator, guru mutlak perlu menyediakan sumber dan media belajar yang cocok dan beragam dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tidak menjadikan dirinya sebagai satu-satunya sumber belajar bagi para siswanya.
Terkait dengan sikap dan perilaku guru sebagai fasilitator, di bawah ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guru untuk dapat menjadi seorang fasilitator yang sukses:
      (1). Mendengarkan dan tidak mendominasi. Karena siswa merupakan pelaku utama dalam pembela   
             jaran, maka sebagai fasilitator guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat aktif.
             Upaya pengalihan peran dari fasilitator kepada siswa bisa dilakukan sedikit demi sedikit.
       (2). Bersikap sabar. Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu  
              sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses
              itu, maka hal ini sama dengan guru telah merampas kesempatan belajar siswa.
       (3). Menghargai dan rendah hati. Guru berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat  
              yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka
(07)
       (4). Mau belajar. Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin   
              memahami atau belajar tentang mereka.
       (5). Bersikap sederajat. Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai
              teman atau mitra kerja oleh siswanya 6.Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan siswa
              sebaiknya dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal
              realtionship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru.
        (7). Tidak berusaha menceramahi. Siswa memiliki pengalaman, pendirian, dan keyakinan  
               Tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri sebagai orang yang serba tahu,
               tetapi berusaha untuk saling berbagai pengalaman dengan siswanya, sehingga diperoleh
               pemahaman yang kaya diantara keduanya.
         (8). Berwibawa. Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai,
                seorang fasilitator sebaiknya tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan
                siswanya, sehingga siswa akan tetap menghargainya.
         (9). Tidak memihak dan mengkritik. Di tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan
                pendapat. Dalam hal ini, diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi
                komunikasi di antara pihak-pihak yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan
                 jalan keluarnya.
         (10). Bersikap terbuka. Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan
                  kepada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus
                  terang bila merasa kurang mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua orang
                  selalu masih perlu belajar
          (11). Bersikap positif. Guru mengajak siswa untuk mamahami keadaan dirinya dengan
                  menonjolkan potensi-potensi yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan keburukan-
                  keburukannya. Perlu diingat, potensi terbesar setiap siswa adalah kemauan dari manusianya
(08)
                sendiri untuk merubah keadaan

b . Peran Guru sebagai Motivator

Sejalan dengan pergeseran makna pembelajaran dari pembelajaran yang berorientasi kepada guru (teacher oriented) ke pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student oriented), maka peran guru dalam proses pembelajaran pun mengalami pergeseran, salah satunya adalah penguatan peran guru sebagai motivator.
Proses pembelajaran akan berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif.
Dalam perspektif manajemen maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa teori tentang motivasi (motivation) dan pemotivasian (motivating) yang diharapkan dapat membantu para manajer (baca: guru) untuk mengembangkan keterampilannya dalam memotivasi para siswanya agar menunjukkan prestasi belajar atau kinerjanya secara unggul. Kendati demikian, dalam praktiknya memang harus diakui bahwa upaya untuk menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain untuk dapat menjadi seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana, mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku individu (siswa), baik yang terkait dengan faktor-faktor internal dari individu itu sendiri maupun keadaan eksternal yang mempengaruhinya.
Terlepas dari kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut, dengan merujuk pada pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk umum bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa
    (1). Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
           Tujuan yang jelas dapat membuat siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa          
           tentang tujuan pembelajaran dapat menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada giliran 
           gilirannya dapat meningkatkan motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin
           dicapai, maka akan semakin kuat motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, sebelum proses
            pembelajaran dimulai hendaknya guru menjelaskan terlebih dulu tujuan yang ingin dicapai.
           Dalam hal ini, para siswa pun seyogyanya dapat dilibatkan untuk bersama-sama merumuskan
(09)
           tujuan belajar beserta cara-cara untuk mencapainya.
     (2). Membangkitkan minat siswa.
           Siswa akan terdorong untuk belajar manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab
           itu, mengembangkan minat belajar siswa merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan
           motivasi belajar. Beberapa cara dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa,
          diantaranya :
-          Hubungkan bahan pelajaran yang akan diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan
     tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya.   
     Dengan demikian guru perlu menjelaskan keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
-          Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelaaran
            yang terlalu sulit untuk dipelajari atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan
            tidak diminati oleh siswa. Materi pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan
            baik, yang dapat menimbulkan siswa akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan
            itu dapat membunuh minat siswa untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia
            mendapatkan kesuksesan dalam belajar.
          - Gunakan berbagai model dan strategi pembelajaran secara bervariasi, misalnya diskusi, kerja
             kelompok, eksperimen, demonstrasi, dan lain-lain.
        3. Ciptakan suasana yang menyenangkan dalam belajar.
            Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik manakala ada dalam suasana yang     
            menyenangkan, merasa aman, bebas dari rasa takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam
            suasana hidup dan segar, terbebas dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-sekali dapat
            melakukan hal-hal yang lucu.
       4. Berilah pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
           Motivasi akan tumbuh manakala siswa merasa dihargai. Memberikanpujian yang wajar
           merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak
           selamanya harus dengan kata-kata. Pujian sebagain penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat,
(10)
          misalnya senyuman dan anggukan yang wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang
          meyakinkan.
      5. Berikan penilaian.
          Banyak siswa yang belajar karena ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka belajar
          dengan giat. Bagi sebagian siswa nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh
          karena itu, penilaian harus dilakukan dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui
          hasil kerjanya. Penilaian harus dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa
          masing-masing.
     6. Berilah komentar terhadap hasil pekerjaan siswa.
         Siswa butuh penghargaan. Penghargaan bisa dilakukan dengan memberikan komentar positif.
         Setelah siswa selesai mengerjakan suatu tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya
         dengan memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya. Komentar
         yang positif dapat meningkatkan motivasi belajar siswa.
    7. Ciptakan persaingan dan kerja sama.
        Persaingan yang sehat dapat memberikan pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses
        pembelajaran siswa. Melalui persaingan siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh
        untuk memperoleh hasil yang terbaik. Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran yang
        memungkinkan siswa untuk bersaing baik antara kelompok maupun antar-individu. Namun
        demikian, diakui persaingan tidak selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa yang
        memang dirasakan tidak mampu untuk bersaing, oleh sebab itu pendekatan cooperative learning
        dapat dipertimbangkan untuk menciptakan persaingan antarkelompok.
        Di samping beberapa petunjuk cara membangkitkan motivasi belajar siswa di atas, adakalanya motivasi itu juga dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang sifatnya negatif seperti memberikan hukuman, teguran, dan kecaman, memberikan tugas yang sedikit berat (menantang). Namun, teknik-teknik semacam itu hanya bisa digunakan dalam kasus-kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan
(11)
dengan membangkitkan motivasi dengan cara-cara semacam itu lebih banyak merugikan siswa. Untuk itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari.






















(12)
BAB V
TUGAS GURU SEBAGAI PENGAJAR
      Kewajiban guru sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 52 ayat (1) mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada pelaksanaan tugas pokok. Dalam penjelasan Pasal 52 ayat (1) huruf (e), yang dimaksud dengan “tugas tambahan”, misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing kegiatan karya ilmiah remaja, dan guru piket.
       Dalam melaksanakan tugas pokok yang terkait langsung dengan proses pembelajaran, idealnya guru hanya melaksanakan tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja sesuai dengan kewenangan yang tercantum dalam sertifikat pendidiknya. Disamping itu, guru juga akan terlibat dalam kegiatan manajerial sekolah antara lain penerimaan siswa baru (PSB), penyusunan kurikulum dan perangkatnya, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan kegiatan lain. Tugas guru dalam manajemen sekolah tersebut secara spesifik ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bertugas.
     a. Jam Kerja
         Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 52 ayat (2) menyatakan bahwa beban kerja guru paling sedikit memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu satuan pendidikan yang memiliki izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Alokasi waktu tatap muka pada tiap jenjang pendidikan berbeda, pada jenjang TK satu jam tatap muka dilaksanakan selama 30 menit, pada jenjang SD 35 menit, pada jenjang SMP 40 menit, sedangkan pada jenjang SMA dan SMK selama 45 menit. Beban kerja guru untuk melaksanakan kegiatan tatap muka tersebut merupakan bagian dari jam kerja sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh koma lima) jam kerja (@ 60 menit) dalam 1 (satu) minggu.
        Lebih lanjut Pasal 52 ayat (3) menyatakan bahwa pemenuhan beban kerja tersebut dilaksanakan dengan ketentuan paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu satuan pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap.
Kegiatan tatap muka guru dialokasikan dalam jadwal pelajaran mingguan yang dilaksanakan secara terus-menerus selama paling sedikit 1 (satu) semester. Kegiatan tatap muka dalam satu tahun dilakukan
(13)
kurang lebih 38 minggu atau 19 minggu dalam 1 (satu) semester. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi menggunakan sistem blok atau perpaduan antara sistem mingguan dan blok. Pada kondisi ini, maka jadwal pelajaran disusun berbasis semesteran, tahunan, atau bahkan dalam 3 (tiga) tahunan.
      B. Pengertian Tatap Muka
           Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, bagian penjelasan Pasal 52 ayat (2) menyatakan bahwa istilah tatap muka berlaku untuk pelaksanaan beban kerja guru yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan demikian yang dapat dihitung sebagai tatap muka guru adalah alokasi jam mata pelajaran dalam 1 (satu) minggu yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah.
      C. Uraian Tugas Guru Mata Pelajaran/Guru Kelas
           Jenis tugas guru sebagaimana yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52 dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka atau bukan tatap muka seperti yang tercantum dalam Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Kategori Jenis Kerja Guru
Nomor
Jenis Kerja Guru
Tatap Muka
Bukan Tatap Muka
1
Merencanakan Pembelajaran

V
2
Melaksanakan Pembelajaran
V

3
Menilai Hasil Pembelajaran
V*
V**
4
Membimbing & Melatih Peserta Didik
V***
V****
5
Melaksanakan Tugas Tambahan

V
Keterangan :
* = menilai hasil pembelajaran yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan tatap muka seperti  
       ulangan harian
** =  menilai hasil pembelajaran yang dilaksanakana dalam waktu tertentu seperti ujian tengah
         semester dan akhir semester
*** = membimbing dan melatih peserta didik yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan proses
(14)
           pembelajaran/tatap muka.
**** = Membimbing dan melatih peserta didik yang dilaksanakan pada kegiatan pengembangan diri /
            ekstrakurikuler
            Uraian jenis kerja guru tersebut di atas adalah sebagai berikut:
            (a).  Merencanakan Pembelajaran
                   Guru wajib membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal
                   semester, sesuai dengan rencana kerja sekolah.
            (b). Melaksanakan Pembelajaran
                   Melaksanakan pembelajaran merupakan kegiatan interaksi edukatif antara peserta didik
                   dengan guru. Kegiatan tersebut merupakan kegiatan tatap muka sebagaimana dimaksud
                   dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
                   Penjelasan kegiatan tatap  muka adalah sebagai berikut:
(1)   Kegiatan tatap muka atau pembelajaran terdiri dari kegiatan penyampaian materi pelajaran, membimbing dan melatih peserta didik terkait dengan materi pelajaran, dan
menilai hasil belajar yang terintegrasi dengan pembelajaran dalam kegiatan tatap muka,
(2)   Menilai hasil belajar yang terintegrasi dalam proses pelaksanaan pembelajaran tatap
              muka antara lain berupa penilaian akhir pertemuan atau penilaian akhir tiap pokok
              bahasan merupakan bagian dari kegiatan tatap muka,
       (3). Kegiatan tatap muka dapat dilakukan secara langsung atau termediasi dengan
              menggunakan media antara lain video, modul mandiri, kegiatan observasi/eksplorasi,
       (4). Kegiatan tatap muka dapat dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium,
              studio, bengkel atau di luar ruangan,
       (5). Waktu pelaksanaan kegiatan pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu
             yang tercantum dalam struktur kurikulum sekolah/madrasah
Sebelum pelaksanaan kegiatan tatap muka, guru diharapkan melakukan persiapan, antara lain pengecekan dan/atau penyiapan fisik kelas/ruangan, bahan pelajaran, modul, media, dan perangkat administrasi.
(15)
c. Menilai Hasil Pembelajaran
    Menilai hasil pembelajaran merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan   
     menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
     berkesinambungan. Melalui penilaian hasil pembelajaran diperoleh informasi yang bermakna untuk
     meningkatkan proses pembelajaran berikutnya serta pengambilan keputusan lainnya. Menilai hasil
     pembelajaran dilaksanakan secara terintegrasi dengan tatap muka seperti ulangan harian dan
     kegiatan menilai hasil belajar dalam waktu tertentu seperti ujian tengah semester dan akhir semester.
     Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan menggunakan tes dan nontes. Penilaian nontes dapat
     berupa pengamatan dan pengukuran sikap serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek
     fisik atau produk jasa.
        (1) Penilaian dengan tes.
  - Tes dilakukan secara tertulis atau lisan, dalam bentuk ulangan harian, tengah semester, dan   
     ujian akhir semester. Tes ini dilaksanakan sesuai dengan kalender pendidikan atau jadwal
     yang telah ditentukan.
    - Tes tertulis dan lisan dilakukan di dalam kelas.
  - Pengolahan hasil tes dilakukan di luar jadwal pelaksanaan tes.
         (2) Penilaian nontes berupa pengamatan dan pengukuran sikap.
   *Pengamatan dan pengukuran sikap sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan,
     dilaksanakan oleh guru dengan tujuan untuk melihat hasil pendidikan yang tidak dapat
     diukur dengan tes tertulis atau lisan.
   *Pengamatan dan pengukuran sikap dapat dilakukan di dalam kelas menyatu dengan proses
      tatap muka, dan atau di luar kelas.
   *Pengamatan dan pengukuran sikap yang dilaksanakan di luar kelas merupakan kegiatan di
     luar jadwal tatap muka.
           (3) Penilaian nontes berupa penilaian hasil karya.
     *Penilaian hasil karya peserta didik dalam bentuk tugas, proyek fisik atau produk jasa,
       portofolio, atau bentuk lain dilakukan di luar jadwal tatap muka.
(16)
     *Adakalanya dalam penilaian ini, guru harus menghadirkan peserta didik agar untuk
       menghindari kesalahan pemahaman dari guru, jika informasi dari peserta didik belum
       sempurna.
d. Membimbing dan Melatih Peserta Didik
     Membimbing dan melatih peserta didik dibedakan menjadi tiga kategori yaitu membimbing atau   
     melatih peserta didik dalam proses tatap muka, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler.
     (1) Bimbingan dan latihan pada proses tatap muka
           Bimbingan dan latihan pada kegiatan pembelajaran adalah bimbingan dan latihan yang
           dilakukan agar peserta didik dapat mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
      (2) Bimbingan dan latihan pada kegiatan intrakurikuler
(a) Bimbingan dalam kegiatan intrakurikuler terdiri dari pembelajaran perbaikan (remedial   
     teaching) dan pengayaan (enrichment) pada mata pelajaran yang diampu guru.
            (b) Kegiatan pembelajaran perbaikan merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta   
      didik yang belum menguasai kompetensi yang harus dicapai.
(c) Kegiatan pengayaan merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang  
      telah menguasai kompetensi yang ditentukan lebih cepat dari alokasi waktu yang ditetapkan
      dengan tujuan untuk memperluas atau memperkaya perbendaharaan kompetensi.
(d) Bimbingan dan latihan intrakurikuler dilakukan dalam kelas pada jadwal khusus,
      disesuaikan     dengan kebutuhan, tidak harus dilaksanakan dengaApakah guru bisa menjadi
      pekerjaan profesional yang sejatinya?
e. Melaksanakan Tugas Tambahan
    Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 24 ayat (7) menyatakan bahwa guru dapat diberi tugas tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan, ketua program keahlian satuan pendidikan, pengawas satuan pendidikan, kepala perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi. Selanjutnya, sesuai dengan isi Pasal 52 ayat (1) huruf e, guru dapat diberi tugas tambahan yang melekat pada tugas pokok misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing kegiatan karya ilmiah remaja, dan guru piket.
(17)
BAB VI
TUGAS GURU SEBAGAI WALI KELAS
       Dalam lingkup pendidikan di sekolah, peran wali kelas sungguh amat vital. Wali Kelas punya fungsi manajerial tersendiri, apalagi bila itu dihubungkan dengan trifungsi wali kelas sebagai mitra siswa, mitra wali murid, juga mitra guru bidang studi.
       Sebagai mitra siswa, wali kelas harus bisa menjadi sahabat siswa dalam segala hal yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan dan sikap keseharian di kelas. Secara ideal, wali kelas harus sering mengajak rembuk siswa dalam lingkup kegiatan kelas, dengan misalnya membuat peraturan-peraturan kelas.
       Sebagai mitra para wali murid, wali kelas harus bisa “nyambung” dengan mereka. Diharapkan dengan komunikasi itu, wali murid mendukung apapun peraturan kelas yang dibuat tadi, sehingga ada harmonisasi dan kesinambungan antara program kelas dengan program pembelajaran siswa di rumah.
        Sedangkan sebagai mitra guru bidang studi, wali kelas haruslah bisa menjaga hubungan harmonis sehingga guru bidang studi bisa konsisten dengan amanah yang diembankan kepadanya.
       Selain hal yang di atas sebagai wali kelas mempunyai, pemikiran bahwa kelas harus dirancang dengan kondisi yang nyaman, agar peserta merasa nyaman atau betah di kelas yang merupakan bagian penting, dalam upaya  mendukung lancarnya pembelajaran di kelas, perduli dengan segala sesuatu yang terjadi di kelas.
Peran Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan :
·      Membantu guru pembimbing/konselor melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya,
·      Membantu Guru Mata Pelajaran melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
·      Membantu memberikan kesempatan dan kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;
·      Berpartisipasi aktif dalam kegiatan khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan mengalihtangankan siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru pembimbing/konselor.
(18)
BAB VII
TUGAS GURU SEBAGAI PEMBIMBING dan KONSELOR
      Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas, namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
      Konseli sebagai seorang individu yang sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming), yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai yang dianut.
Perkembangan konseli tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya: pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris ke industri.
Iklim lingkungan kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja, narkotika, ectasy, putau, dan sabu-
(19)
sabu), kriminalitas, dan pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5) memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Dengan demikian, pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.
Pada saat ini telah terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif. Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi, dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based guidance and counseling). Standar dimaksud adalah standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).
(20)
Dalam pelaksanaannya, pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar, maupun karir.
Atas dasar itu, maka implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi as-pek pribadi, sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis, sosial, dan spiritual).
















(21)
BAB VIII
PROFESIOPNALISASI GURU
        Kata profesionalisasi berasal dari kata profesi yang artinya adalah suatu pekerjaan atau jabatan. Sedangkan kata profesionalisasi guru adalah proses memprofesionalkan guru supaya menjadi lebih terdidik serta terlatih. Sesuai dengan UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, standar atau kriteria guru profesional adalah yang memiliki kialifikasi pendidikan sarjana S1/DIV dan memiliki sertifikat pendidik. Jadi sekali lagi, profesionalisasi guru berarti menjadikan guru berkualifikasi pendidikan S1/DIV dan memiliki sertifikat pendidik. Kualifikasi pendidikan S1/DIV ditandai dengan ijasah, yang diperoleh melalui pendidikan, sedang sertifikat pendidik dapat diperoleh melalui sertifikasi. Pada dasarnya, pendidikan dan sertifikasi itulah yang dinamakan pendidikan profesi.   
Dengan berbagai cara, melalui subsidi-subsidi dana pendidikan, berbagai pelatihan bahkan bergulirnya ide tentang program sertifikasi untuk para guru merupakan bentuk kepedulian pemangku kebijakan negeri ini demi terwujudnya kompetensi profesionalisasi dan kesesuaian kesejahteraan bagi para guru."
Guru merupakan pekerjaan profesi, karenanya seorang guru harus profesional. Menyandang gelar professional merupakan kebanggaan tersendiri bagi para guru.Sementara profesional sendiri harus selalu di ikuti dengan konsekuensi yang sangat tinggi, semangat mendidik yang tak pernah padam, kompetensi yang terus berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Selain kompetensi personal dan kompetensi sosial yang selalu harus melekat pada keseharian guru, satu kompetensi tertinggi yang mengarah pada keistimewaan guru adalah kompetensi profesi. Dalam hubungannya dengan tenaga profesional kependidikan, tentunya kompetensi menunjuk pada performance atau perbuatan yang bersifat rasional sesuai dengan alur profesinya dan memenuhi spesifikasi tertentu di dalam pelaksanaan tugas-tugas kependidikan.
Berbicara tentang profesionalisme guru, tidak lain menyoroti tentang keahlian khusus yang dimiliki seorang guru, yang diperoleh baik melalui pendikan, pelatihan atau pengalaman-pengalaman study banding yang pernah didapatkan. Keahlian yang dimiliki ini bukan sekedar menjadi milik pribadi, namun untuk dikembangkan dan dipraktekkan dalam memberi layanan kepada siswa.
Dalam memberikan layanan, seorang guru yang profesional senantiasa menyesuaikan tingkat kebutuhan pembelajaran dan disampaikan secara proporsional pula. Profesionalisme guru senantiasa berpandangan melakukan sesuatu tindakan yang benar dan baik (do the right thing and do it
(22)
right).Sebagai konsekuensinya ia akan selalu mencari cara-cara strategis dan sistematis dalam proses pembelajarannya, sehingga terciptalah situasi pembelajaran yang kondusif,menyenangkan dan berbobot.
Kita bisa mengartikan kompetensi sebagai suatu keahlian, namun secara spesifik kompetensi diartikan sebagai kemampuan professional guru, sedangkan profesi keguruan mempunyai makna suatu pekerjaan yang wajib memiliki penguasaan pengetahuan dan kemampuan dalam peranannya sebagai guru.
Sebagai seorang yang professional,guru harus memiliki gagasan-gagasan baru untuk selalu mengembangkan kreativitas, memiliki ide cemerlang yang selalu mengiringi daya ciptanya dalam berkarya, menghabiskan waktu untuk menyelesaikan tugas profesional dan tugas administrasinya, bertanggung jawab penuh terhadap tugas yang diembannya, dengan penuh keikhlasan mengemban amanah dan tak pernah putus asa.
Sudah siapkah kita menyandang gelar guru berkompetensi profesional? Atau sudah tepatkah kita memakai gelar guru profesional? Atau justru sebaliknya kita enggan berkarya, menghabiskan waktu hanya untuk bercerita tentang keprofesionalan semata?
Banyak aspek yang perlu dipersiapkan untuk menuju kesana. Kemampuan dalam membuat perencanaan pengajaran merupakan pondasi yang harus dipersiapkan dengan baik, Kemampuan guru dalam mengajar dan menguasai kelas, mengelola interaksi dengan baik dan melengkapi semua perlengkapan/administrasi penunjang kegiatan belajar.Dengan demikian jabatan guru sebagai suatu profesi telah mendapatkan status yang pasti.Profesional bukan sekadar kata-kata semata, kompetensi boleh diuji sebagai bukti prestasi.
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka profesi guru selalu ditingkatkan dengan pelatihan-pelatihan guru dalam jabatan, pendidikan lanjutan, adanya organisasi profesi, sehingga akan terjadi peranan berantai dari organisasi profesional keguruan yang meliputi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang diharapkan dapat memberikan dampak peningkatan mutu dan kualifikasi guru. Guru yang berkompetensi dan profesional dituntut dapat menyesuaikan perkembangan jaman.
Ada beberapa masalah yang dihadapi dalam mewujudkan kompetensi profesionalisasi guru adalah kurang maksimalnya daya dukung kalangan tenaga kependidikan itu sendiri,kurangnya sarana prasarana, terbatasnya anggaran pendidikan (besarnya anggaran tidak sebanding dengan jumlah tenaga pendidik), kurangnya partisipasi masyarakat dan standarisasi mutu/proses penilaian yang ditanggapi
(23)
dengan rasa ketakutan oleh beberapa peserta peningkatan profesi.
Dari beberapa masalah tersebut nyatalah, bahwa sebenarnya profesi guru sangat diperlukan dalam mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan pendidikan. Namun demikian, jika disikapi dengan penuh kearifan,hambatan-hambatan tersebut semestinya mendorong kalangan profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan keprofesionalannya dan meningkatkan kualitas unjuk kerjanya.
Adalah sebuah realita bahwa jaman terus berkembang, sikap dan perilaku para pelaku pendidikan diharuskan menyesuaikan dengan perkembangan peradaban tersebut. Prasarana penunjang kegiatan pendidikanpun sudah beralih menggunakan media berteknologi tinggi.
Dengan berbagai cara, melalui subsidi-subsidi dana pendidikan, berbagai pelatihan bahkan bergulirnya ide tentang program sertifikasi untuk para guru merupakan bentuk kepedulian pemangku kebijakan negeri ini demi terwujudnya kompetensi profesionalisasi dan kesesuaian kesejahteraan bagi para guru.
Penuh rasa sukacita dan gembira tergambar pada wajah-wajah guru bersertifikasi, ironisnya kebijakan yang istimewa ini terkadang dianggap sebagai suatu hal yang wajar, banyak yang mengatakan memang sudah seharusnya pemerintah memperhatikan para guru, kapan lagi kalau bukan sekarang dan banyak kalimat-kalimat lain.
Merupakan suatu hal yang bijak apabila masing-masing menyadari pentingnya kompetensi profesionalisasi demi terwujudnya tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Sebenarnya jika masing-masing pelaku pendidikan selalu berpegang pada kode etik, bukan merupakan hal yang sulit untuk merubah sikap dan tingkahlaku, memperbaiki dan meningkatkan kompetensi, mencapai mutu terbaik dalam mewujudkan profesionalisasi guru. (CN23).








(24)
BAB VIII
PENUTUP

    Demikian makalah ringkas yang saya buat, mudaha-mudahan berguna bagi saya khususnya dan bagi siapapun yang membacanya. Seperti kata pepatah, “Tidak ada gading yang tidak retak”, tidak ada sesuatupun di dunia ini yang sempurna sama sekali, dan dari ketidak sempurnaan itulah akan berkembang terus kehidupan ini. Demikian juga makalah ini, pelatihan dan kerja keras yang terus menerus pastilah akan semakin mendekati kesempurnaan. Amin.












Referensi :
1.      Wiwik Kusdaryanti, Trimo.2009. Landasan Kependidikan. Hal 96-117
2.      Tri Suyati, Soedharto dan A.Y. Soegeng Ysh. 2010. Profesi  keguruan. Hal. 1 – 34.
3.      http://akhmadsudrajat.wordpress.com/links-pendidikan/ posted 20 November 2010












































 




































































































































































































































































Komentar

Postingan populer dari blog ini

Permainan Bola Besar

TUGAS AKHIR PROGRAM

WISATA PULAU BALI DAN LAPORAN PERJALANAN WISATA