LANDASAN PENDIDIKAN
MAKALAH
LANDASAN PENDIDIKAN
Makalah
ini dibuat untuk memenuhi tugas mata kuliah Landasan Pendidikan
Disusun
oleh :
Nama : Bambang Riyanto
NIM : 10510062
Kelas
: C
Prodi
: PPs - MP
INSTITUT KEGURUAN DAN
ILMI PENDIDIKAN
( IKIP PGRI )
SEMARANG
2010
(01)
BAB I
Pendahuluan
Dengan memanjatkan rasa
syukur kehadirat Allah, Tuhan Pencipta seluruh alam, atas segala rahmat dan karuniaNya, saya telah selesai menyusun
satu tugas Landasan Pendidikan dalam rangka meleng- kapi perkuliahan Landasan Pendidikan
semester I tahun 2010 / 2011.
Sebagai calon magister pendidikan, mata
kuliah Landasan Pendidikan sangat perlu dipelajari karena mata kuliah ini
sebagai pondasi atau dasar pijakan untuk melangkah atau mementukan strategi
pembelajaran yang diinginkan oleh masyarakat yang telah tertuang dalam
Undang-Undang Sisdiknas.
Dalam tugas makalah Landasan Pendidikan
ini, saya membatasi pokok bahasan hanya pada masalah Profesi Guru, yang akan
terbagi dalam sub-bab sub-bab, antara lain : 1. Penegertian profesi guru, 2. kompetensi
guru professional, 3. profesi guru dalam kaitannya dengan siswa, 4. tugas guru
sebagai pengajar, 5. Tugas guru sebagai wali kelas, 6. Tugas guru sebagai
pembimbing dan konselor, dan 7. Profesionalisasi guru.
Saya menyadari bahwa tidak tertutup
kemungkinan pada makalah ini terdapat kesalahan-keslahan, baik salah cetak
maupun salah isi dan pemahaman. Oleh karena itu, kepada semua pihak yang ada
kaitannya pada makalah ini, saya dengan senang hati akan menerima saran dan kritik
yang membangun.
(02)
BAB II
PENGERTIAN
PROFESI GURU
Kata profesi
berasal dari kata Bahasa Inggris profession
atau dari Bahasa Latin profecus yang
berarti suatu jabatan atau pekerjaan seseorang yang umumnya pekerjanya adalah
pekerja kantoran, yang memerlukan baik otak maupun tenaga. Tetapi lebih sering
menggunakan otaknya daripada tenaganya. Berbeda dengan seorang tukang, yang
pekerjaannya biasanya di luar kantor atau di lapangan yang tidak memerlukan
banyak memeras otak, yang penting tenaganya kuat.
Seorang profesional memerlukan keahlian
tinggi, memerlukan sekolah lanjutan bahkan sampai ke perguruan tinggi. Bahkan
Tri Suyati dalam bukunya “Profesi Keguruan” menyebutkan profesi bias diartikan
: mengakui, pengakuan, menyatakan mampu,
atau ahli dalam melaksanakan pekerjaan tertentu. Profesi merupakan suatu
pekerjaan yang mempersyaratkan tingkat pendidikan tinggi.
Kata 'keguruan' adalah kata benda abstrak
artinya hanya terbatas pada pengertian yang tidak bisa dilihat secara kasat mata,
seperti halnya pada kata pemerintahan. Kata keguruan itu sendiri berasal
dari kata 'guru' yaitu kata benda
konkrit yang bisa dilihat dengan kasat mata yang berarti ( menurut Kamus Umum
Bahasa Indonesia oleh WJS Poerwadarminta ) orang yang mengajar. Sedangkan kata
keguruan itu sendiri berarti sesuatu yang berhubungan atau ada sangkut pautnya
dengan pekerjaan guru. Misalnya Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
Dengan demikian profesi keguruan adalah
suatu kegiatan atau aktifitas atau pekerjaan yang berhubungan dengan hal
pengajaran atau pendidikan yang menuntut pendidikan tinggi ( minimal S1 /Sarjana
pendidikan atau non sarjana pendidikan yang telah mendapat sertifikasi guru
atau pendidik ). Mengapa demikian? Karena profesi keguruan adalah pekerjaan
yang tidak hanya memerlukan fisik saja melainkan juga mental. Sehingga profesi
guru disejajarkan dengan profesi-profesi yang lain, misalnya profesi
kedokteran. Dengan kata lain profesi adalah suatu pekerjaan yang dianggap
pekerjaan halus, tingkat tinggi, pekerjaan yang prestise, bukan seperti tukang
kayu atau tukang becak. Mereka tidak disebut sebagai profesi kayu atau profesi
becak. Mengapa? Karena tukang kayu atau tukang becak tidak memerlukan
pengetahuan yang tinggi, yang penting tenaganya kuat. Lain halnya dengan
seorang profesional, misal guru, memerlukan pengetahuan tinggi, harus terus
belajar, juga fisik yang kuat. Seoarang tukang becak, misalnya, kalau dia lelah
bekerja, tidur pulas, esuknya badan segar kembali dan kerja lagi, tapi seorang perofesional
kalau yang lelah otaknya, sulit untuk tidur.
(03)
BAB III
KOMPETENSI
GURU PROFESIONAL
Meski saat ini telah
lahir Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen sebagai landasan
yuridis profesi guru, tetapi untuk menjadikan guru di Indonesia sebagai sebuah
pekerjaan profesional tampaknya masih
perlu dikaji dan direnungkan lebih jauh.Berikut ini kami
sebutkan beberapa criteria tentang kompetensi guru professional.
1. Seorang guru bisa
dikatakan sebagai seorang profesional apabila dia memiliki latar belakang pendi
dikan sekurang-sekurangnya setingkat
sarjana. Dalam Undang-Undang No. 14 Tahun 2005 disebut -
kan bahwa untuk dapat memangku jabatan guru
minimal memiliki kualifikasi pendidikan D4 / S1.
Ketentuan ini telah memacu para guru untuk
berusaha meningkatkan kualiafikasi akademiknya, baik
atas biaya sendiri maupun melalui bantuan bea siswa
pemerintah. Walaupun, dalam beberapa
kasus
tertentu
ditemukan ketidakselarasan dan inkonsistensi
program studi yang
dipilihnya. Misalnya,
semula dia berlatar belakang D3 Bimbingan
dan Konseling tetapi mungkin karena alasan-alasan ter-
tentu yang sifatnya pragmatis, dia malah
melanjutkan studinya pada program studi lain.
2. Guru adalah seorang
ahli. Sebagai seorang ahli, maka dalam diri guru harus tersedia pengetahuan
yang luas dan mendalam (kemampuan kognisi
atau akademik tingkat tinggi) yang terkait dengan
substansi mata pelajaran yang menjadi
tanggung jawabnya. Dia harus sanggup mendeskripsikan,
menjelaskan, memprediksi dan mengendalikan
tentang berbagai fenomena yang berhubungan
dengan mata pelajaran yang diampunya.
Misalnya, seorang guru Biologi harus mampu menjelaskan,
mendeskripsikan, memprediksikan dan
mengendalikan tentang berbagai fenomena yang
berhubungan dengan Biologi, walaupun dalam
hal ini mungkin tidak sehebat ahli biologi (sains).
3. Seorang guru dituntut
pula untuk menunjukkan keterampilannya secara unggul dalam bidang
pendidikan dan pembelajaran (kemampuan
pedagogik), seperti: keterampilan menerapkan berbagai
metode dan teknik pembelajaran, teknik
pengelolaan kelas, keterampilan memanfaatkan media dan
(04)
sumber belajar, dan sebagainya.
Keterampilan pedagogik inilah yang justru akan membedakan guru
dengan ahli lain dalam bidang sains yang
terkait. Untuk memperoleh keterampilan pedagogik ini, di
samping memerlukan bakat tersendiri juga
diperlukan latihan secara sistematis dan
berkesinambungan.
Lebih dari itu, seorang guru tidak hanya
sekedar unggul dalam mempraktikkan pengetahuanya tetapi
juga mampu menuliskan segala sesuatu yang berhubungan bidang
keilmuan (substansi mata
pelajaran) dan bidang yang terkait
pendidikan dan pembelajaran, misalnya kemampuan membuat
laporan
penelitian, makalah, menulis buku dan kegiatan literasi lainnya. Inilah
kriteria yang ketiga
dari seorang profesional.
4. Seorang guru
dikatakan sebagai profesional manakala dapat bekerja dengan kualitas tinggi.
Pekerjaan guru termasuk dalam bidang jasa
atau pelayanan (service). Pelayanan yang berkualitas
dari seorang guru ditunjukkan melalui
kepuasan dari para pengguna jasa guru yaitu siswa.
Kepuasaan utama siswa selaku pihak yang
dilayani guru terletak pada pencapaian prestasi belajar
dan terkembangkannya segenap potensi yang
dimilikinya secara optimal melalui proses
pembelajaran yang mendidik. Untuk bisa
memberikan kepuasan ini tentunya dibutuhkan
kesungguhan dan kerja keras dan cerdas dari
guru itu sendiri.
5. Seorang guru dikatakan sebagai
seorang profesioanal apabila dia dapat
berperilaku sejalan dengan
kode etik profesi serta dapat bekerja dengan standar yang tinggi.
Beberapa produk hukum kita sudah
menggariskan standar-standar yang berkaitan dengan tugas guru. Guru
profesional tentunya tidak
hanya sanggup memenuhi standar secara minimal, tetapi akan mengejar
standar yang lebih tinggi.
Termasuk dalam kriteria yang kelima adalah membangun rasa kesejawatan
dengan rekan seprofesi
untuk bersama-sama membangun profesi dan menegakkan kode etik profesi.
(05)
BAB IV
PROFESI
GURU DALAM KAITANNYA DENGAN SISWA
Mengajar merupakan tugas utama bagi seorang
guru. Dalam hal ini guru bertanggung jawab membelajarkan si pelajar. Tugas ini
merupakan tugas kembar bersama pengelolaan kelas. Untuk itu guru berkewajiban
untuk membangkitkan semangat, motivasi siswa untuk belajar dan memberikan
penguatan serta peneguhan agar siswa benar-benar menguasai ilmu dan pengetahuan
yang diajarkan oleh guru secara mantap dan tahan lama. Terkait dengan tugas
mengajar tersebut, guru mendapatkan beberapa predikat sebagai berikut :
a. Peran guru sebagai fasilitator
Peran guru sebagai fasilitator membawa
konsekuensi terhadap perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih
bersifat “top-down” ke hubungan
kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”,
guru seringkali diposisikan sebagai “atasan”
yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando, instruksi bergaya birokrat,
bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B. Mangunwijaya (Sindhunata,
2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai “bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala
sesuatu yang dikehendaki oleh guru.
Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara
guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya
dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar
guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat
memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan,
yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila:
(1). Siswa secara penuh dapat mengambil
bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran
(2). Apa yang dipelajari bermanfaat dan
praktis (usable).
(3). Siswa
mempunyai kesempatan untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan ketrampilan
dalam waktu yang cukup.
(4). Pembelajaran dapat mempertimbangkan
dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebe-
lumnya dan daya pikir siswa.
(5). Terbina saling pengertian, baik antara
guru dengan siswa maupu siswa dengan siswa
(06)
Di samping itu, guru seyogyanya
dapat memperhatikan karakteristik-karakteristik siswa yang akan menentukan
keberhasilan belajar siswa, diantaranya:
(a). Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang
berbeda-beda.
(b). Setiap siswa memiliki tendensi untuk menentukan kehidupannnya sendiri.
(c). Siswa lebih memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan
menjadi kebutuhannnya.
(d). Apabila diminta menilai kemampuan diri sendiri, biasanya cenderung akan
menilai lebih rendah
dari kemampuan sebenarnya.
(e). Siswa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat kongkrit dan praktis.
(f). Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada diceramahi.
(g). Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada hukuman (punishment).
Pada bagian lain, Wina
Senjaya (2008) mengemukakan bahwa agar guru dapat mengoptimalkan perannya
sebagai fasilitator, maka guru perlu memahami hal-hal yang berhubungan dengan
pemanfaa-
tan berbagai media dan
sumber belajar. Dari ungkapan ini, jelas bahwa untuk mewujudkan dirinya sebagai
fasilitator, guru mutlak perlu menyediakan sumber dan media belajar yang cocok
dan beragam dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tidak menjadikan dirinya
sebagai satu-satunya sumber belajar bagi para siswanya.
Terkait dengan sikap dan
perilaku guru sebagai fasilitator, di bawah ini dikemukakan beberapa hal yang
perlu diperhatikan guru untuk dapat menjadi seorang fasilitator yang sukses:
(1). Mendengarkan dan tidak mendominasi.
Karena siswa merupakan pelaku utama dalam pembela
jaran, maka sebagai fasilitator
guru harus memberi kesempatan agar siswa dapat aktif.
Upaya pengalihan peran dari
fasilitator kepada siswa bisa dilakukan sedikit demi sedikit.
(2). Bersikap sabar. Aspek utama
pembelajaran adalah proses belajar yang dilakukan oleh siswa itu
sendiri. Jika guru kurang sabar
melihat proses yang kurang lancar lalu mengambil alih proses
itu, maka hal ini sama dengan
guru telah merampas kesempatan belajar siswa.
(3). Menghargai dan rendah hati. Guru
berupaya menghargai siswa dengan menunjukan minat
yang sungguh-sungguh pada pengetahuan
dan pengalaman mereka
(07)
(4). Mau belajar. Seorang guru tidak
akan dapat bekerja sama dengan siswa apabila dia tidak ingin
memahami atau belajar tentang
mereka.
(5). Bersikap sederajat. Guru perlu
mengembangkan sikap kesederajatan agar bisa diterima sebagai
teman atau mitra kerja oleh
siswanya 6.Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan siswa
sebaiknya dilakukan dalam suasana
akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal
realtionship), sehingga siswa
tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan dengan guru.
(7). Tidak berusaha menceramahi. Siswa
memiliki pengalaman, pendirian, dan keyakinan
Tersendiri. Oleh karena itu,
guru tidak perlu menunjukkan diri sebagai orang yang serba tahu,
tetapi berusaha untuk saling
berbagai pengalaman dengan siswanya, sehingga diperoleh
pemahaman yang kaya diantara
keduanya.
(8). Berwibawa. Meskipun pembelajaran harus
berlangsung dalam suasana yang akrab dan santai,
seorang fasilitator sebaiknya
tetap dapat menunjukan kesungguhan di dalam bekerja dengan
siswanya, sehingga siswa akan
tetap menghargainya.
(9). Tidak memihak dan mengkritik. Di
tengah kelompok siswa seringkali terjadi pertentangan
pendapat. Dalam hal ini,
diupayakan guru bersikap netral dan berusaha memfasilitasi
komunikasi di antara pihak-pihak
yang berbeda pendapat, untuk mencari kesepakatan dan
jalan keluarnya.
(10). Bersikap terbuka. Biasanya siswa
akan lebih terbuka apabila telah tumbuh kepercayaan
kepada guru yang
bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga jangan segan untuk berterus
terang bila merasa kurang
mengetahui sesuatu, agar siswa memahami bahwa semua orang
selalu masih perlu belajar
(11). Bersikap positif. Guru mengajak
siswa untuk mamahami keadaan dirinya dengan
menonjolkan potensi-potensi
yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan keburukan-
keburukannya. Perlu diingat,
potensi terbesar setiap siswa adalah kemauan dari manusianya
(08)
sendiri untuk merubah keadaan
b . Peran Guru sebagai Motivator
Sejalan dengan
pergeseran makna pembelajaran dari pembelajaran yang berorientasi kepada guru
(teacher oriented) ke pembelajaran yang berorientasi kepada siswa (student
oriented), maka peran guru dalam proses pembelajaran pun mengalami pergeseran,
salah satunya adalah penguatan peran guru sebagai motivator.
Proses pembelajaran akan
berhasil manakala siswa mempunyai motivasi dalam belajar. Oleh sebab itu, guru
perlu menumbuhkan motivasi belajar siswa. Untuk memperoleh hasil belajar yang
optimal, guru dituntut kreatif membangkitkan motivasi belajar siswa, sehingga
terbentuk perilaku belajar siswa yang efektif.
Dalam perspektif manajemen maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa teori tentang motivasi (motivation) dan pemotivasian (motivating) yang diharapkan dapat membantu para manajer (baca: guru) untuk mengembangkan keterampilannya dalam memotivasi para siswanya agar menunjukkan prestasi belajar atau kinerjanya secara unggul. Kendati demikian, dalam praktiknya memang harus diakui bahwa upaya untuk menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain untuk dapat menjadi seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana, mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku individu (siswa), baik yang terkait dengan faktor-faktor internal dari individu itu sendiri maupun keadaan eksternal yang mempengaruhinya.
Dalam perspektif manajemen maupun psikologi, kita dapat menjumpai beberapa teori tentang motivasi (motivation) dan pemotivasian (motivating) yang diharapkan dapat membantu para manajer (baca: guru) untuk mengembangkan keterampilannya dalam memotivasi para siswanya agar menunjukkan prestasi belajar atau kinerjanya secara unggul. Kendati demikian, dalam praktiknya memang harus diakui bahwa upaya untuk menerapkan teori-teori tersebut atau dengan kata lain untuk dapat menjadi seorang motivator yang hebat bukanlah hal yang sederhana, mengingat begitu kompleksnya masalah-masalah yang berkaitan dengan perilaku individu (siswa), baik yang terkait dengan faktor-faktor internal dari individu itu sendiri maupun keadaan eksternal yang mempengaruhinya.
Terlepas dari
kompleksitas dalam kegiatan pemotivasian tersebut, dengan merujuk pada
pemikiran Wina Senjaya (2008), di bawah ini dikemukakan beberapa petunjuk umum
bagi guru dalam rangka meningkatkan motivasi belajar siswa
(1). Memperjelas tujuan yang ingin dicapai.
Tujuan yang jelas dapat membuat
siswa paham ke arah mana ia ingin dibawa. Pemahaman siswa
tentang tujuan pembelajaran dapat
menumbuhkan minat siswa untuk belajar yang pada giliran
gilirannya dapat meningkatkan
motivasi belajar mereka. Semakin jelas tujuan yang ingin
dicapai, maka akan semakin kuat
motivasi belajar siswa. Oleh sebab itu, sebelum proses
pembelajaran dimulai hendaknya guru
menjelaskan terlebih dulu tujuan yang ingin dicapai.
Dalam hal ini, para siswa pun
seyogyanya dapat dilibatkan untuk bersama-sama merumuskan
(09)
tujuan belajar beserta cara-cara untuk
mencapainya.
(2).
Membangkitkan minat siswa.
Siswa akan terdorong untuk belajar
manakala mereka memiliki minat untuk belajar. Oleh sebab
itu, mengembangkan minat belajar
siswa merupakan salah satu teknik dalam mengembangkan
motivasi belajar. Beberapa cara
dapat dilakukan untuk membangkitkan minat belajar siswa,
diantaranya :
-
Hubungkan bahan pelajaran yang akan
diajarkan dengan kebutuhan siswa. Minat siswa akan
tumbuh manakala ia dapat menangkap bahwa
materi pelajaran itu berguna untuk kehidupannya.
Dengan demikian guru perlu menjelaskan
keterkaitan materi pelajaran dengan kebutuhan siswa.
-
Sesuaikan materi pelajaran dengan tingkat
pengalaman dan kemampuan siswa. Materi pelaaran
yang terlalu sulit untuk dipelajari
atau materi pelajaran yang jauh dari pengalaman siswa, akan
tidak diminati oleh siswa. Materi
pelajaran yang terlalu sulit tidak akan dapat diikuti dengan
baik, yang dapat menimbulkan siswa
akan gagal mencapai hasil yang optimal; dan kegagalan
itu dapat membunuh minat siswa
untuk belajar. Biasanya minat siswa akan tumbuh kalau ia
mendapatkan kesuksesan dalam
belajar.
- Gunakan berbagai model dan strategi
pembelajaran secara bervariasi, misalnya diskusi, kerja
kelompok, eksperimen, demonstrasi,
dan lain-lain.
3. Ciptakan suasana yang menyenangkan
dalam belajar.
Siswa hanya mungkin dapat belajar dengan baik
manakala ada dalam suasana yang
menyenangkan, merasa aman, bebas
dari rasa takut. Usahakan agar kelas selamanya dalam
suasana hidup dan segar, terbebas
dari rasa tegang. Untuk itu guru sekali-sekali dapat
melakukan hal-hal yang lucu.
4. Berilah
pujian yang wajar terhadap setiap keberhasilan siswa.
Motivasi akan tumbuh manakala siswa
merasa dihargai. Memberikanpujian yang wajar
merupakan salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk memberikan penghargaan. Pujian tidak
selamanya harus dengan kata-kata.
Pujian sebagain penghargaan dapat dilakukan dengan isyarat,
(10)
misalnya senyuman dan anggukan yang
wajar, atau mungkin dengan tatapan mata yang
meyakinkan.
5. Berikan penilaian.
Banyak siswa yang belajar karena
ingin memperoleh nilai bagus. Untuk itu mereka belajar
dengan giat. Bagi sebagian siswa
nilai dapat menjadi motivasi yang kuat untuk belajar. Oleh
karena itu, penilaian harus dilakukan
dengan segera agar siswa secepat mungkin mengetahui
hasil kerjanya. Penilaian harus
dilakukan secara objektif sesuai dengan kemampuan siswa
masing-masing.
6. Berilah komentar terhadap hasil
pekerjaan siswa.
Siswa butuh penghargaan. Penghargaan
bisa dilakukan dengan memberikan komentar positif.
Setelah siswa selesai mengerjakan
suatu tugas, sebaiknya berikan komentar secepatnya, misalnya
dengan
memberikan tulisan “bagus” atau “teruskan pekerjaanmu” dan lain sebagainya.
Komentar
yang positif dapat meningkatkan
motivasi belajar siswa.
7. Ciptakan persaingan dan kerja sama.
Persaingan yang sehat dapat memberikan
pengaruh yang baik untuk keberhasilan proses
pembelajaran siswa. Melalui persaingan
siswa dimungkinkan berusaha dengan sungguh-sungguh
untuk memperoleh hasil yang terbaik.
Oleh sebab itu, guru harus mendesain pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk bersaing baik
antara kelompok maupun antar-individu. Namun
demikian, diakui persaingan tidak
selamanya menguntungkan, terutama untuk siswa yang
memang dirasakan tidak mampu untuk
bersaing, oleh sebab itu pendekatan cooperative learning
dapat dipertimbangkan untuk menciptakan
persaingan antarkelompok.
Di samping beberapa petunjuk cara
membangkitkan motivasi belajar siswa di atas, adakalanya motivasi itu juga
dapat dibangkitkan dengan cara-cara lain yang sifatnya negatif seperti
memberikan hukuman, teguran, dan kecaman, memberikan tugas yang sedikit berat
(menantang). Namun, teknik-teknik semacam itu hanya bisa digunakan dalam
kasus-kasus tertentu. Beberapa ahli mengatakan
(11)
dengan membangkitkan
motivasi dengan cara-cara semacam itu lebih banyak merugikan siswa. Untuk
itulah seandainya masih bisa dengan cara-cara yang positif, sebaiknya
membangkitkan motivasi dengan cara negatif dihindari.
(12)
BAB V
TUGAS
GURU SEBAGAI PENGAJAR
Kewajiban
guru sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang Guru Pasal 52 ayat (1)
mencakup kegiatan pokok yaitu
merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil
pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta melaksanakan tugas tambahan yang melekat pada
pelaksanaan tugas pokok. Dalam penjelasan Pasal 52 ayat (1) huruf (e), yang
dimaksud dengan “tugas tambahan”, misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing kegiatan karya ilmiah
remaja, dan guru piket.
Dalam melaksanakan tugas pokok yang
terkait langsung dengan proses pembelajaran, idealnya guru hanya melaksanakan
tugas mengampu 1 (satu) jenis mata pelajaran saja sesuai dengan kewenangan yang
tercantum dalam sertifikat pendidiknya. Disamping itu, guru juga akan terlibat
dalam kegiatan manajerial sekolah antara lain penerimaan siswa baru (PSB),
penyusunan kurikulum dan perangkatnya, Ujian Nasional (UN), ujian sekolah, dan
kegiatan lain. Tugas guru dalam manajemen sekolah tersebut secara spesifik
ditentukan oleh manajemen sekolah tempat guru bertugas.
a. Jam Kerja
Peraturan Pemerintah Nomor 74 tentang
Guru Pasal 52 ayat (2) menyatakan bahwa beban kerja guru paling sedikit
memenuhi 24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan paling banyak 40 (empat puluh)
jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu satuan pendidikan yang memiliki
izin pendirian dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah. Alokasi waktu tatap muka
pada tiap jenjang pendidikan berbeda, pada jenjang TK satu jam tatap muka
dilaksanakan selama 30 menit, pada jenjang SD 35 menit, pada jenjang SMP 40
menit, sedangkan pada jenjang SMA dan SMK selama 45 menit. Beban kerja guru
untuk melaksanakan kegiatan tatap muka tersebut merupakan bagian dari jam kerja
sebagai pegawai yang secara keseluruhan paling sedikit 37,5 (tiga puluh tujuh
koma lima) jam kerja (@ 60 menit) dalam 1 (satu) minggu.
Lebih lanjut Pasal 52 ayat (3)
menyatakan bahwa pemenuhan beban kerja tersebut dilaksanakan dengan ketentuan
paling sedikit 6 (enam) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu pada satu satuan
pendidikan tempat tugasnya sebagai guru tetap.
Kegiatan tatap muka guru
dialokasikan dalam jadwal pelajaran mingguan yang dilaksanakan secara
terus-menerus selama paling sedikit 1 (satu) semester. Kegiatan tatap muka
dalam satu tahun dilakukan
(13)
kurang lebih 38 minggu
atau 19 minggu dalam 1 (satu) semester. Khusus Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
ada kalanya jadwal pelajaran tidak disusun secara mingguan, tapi menggunakan
sistem blok atau perpaduan antara sistem mingguan dan blok. Pada kondisi ini,
maka jadwal pelajaran disusun berbasis semesteran, tahunan, atau bahkan dalam 3
(tiga) tahunan.
B. Pengertian Tatap Muka
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun
2008 tentang Guru, bagian penjelasan Pasal 52 ayat (2) menyatakan bahwa istilah
tatap muka berlaku untuk pelaksanaan beban kerja guru yang terkait dengan pelaksanaan pembelajaran. Dengan
demikian yang dapat dihitung sebagai tatap muka guru adalah alokasi jam mata
pelajaran dalam 1 (satu) minggu yang tercantum dalam struktur kurikulum
sekolah.
C. Uraian Tugas Guru Mata Pelajaran/Guru
Kelas
Jenis tugas guru sebagaimana yang
tercantum dalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru Pasal 52
dapat dikategorikan sebagai kegiatan tatap muka atau bukan tatap muka seperti
yang tercantum dalam Tabel 1. di bawah ini.
Tabel 1. Kategori Jenis
Kerja Guru
Nomor
|
Jenis Kerja Guru
|
Tatap Muka
|
Bukan Tatap Muka
|
1
|
Merencanakan
Pembelajaran
|
|
V
|
2
|
Melaksanakan
Pembelajaran
|
V
|
|
3
|
Menilai Hasil
Pembelajaran
|
V*
|
V**
|
4
|
Membimbing &
Melatih Peserta Didik
|
V***
|
V****
|
5
|
Melaksanakan Tugas
Tambahan
|
|
V
|
Keterangan :
* = menilai hasil
pembelajaran yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan tatap muka seperti
ulangan harian
** = menilai hasil pembelajaran yang dilaksanakana
dalam waktu tertentu seperti ujian tengah
semester dan akhir semester
*** = membimbing dan
melatih peserta didik yang dilaksanakan secara terintegrasi dengan proses
(14)
pembelajaran/tatap muka.
**** = Membimbing dan
melatih peserta didik yang dilaksanakan pada kegiatan pengembangan diri /
ekstrakurikuler
Uraian jenis kerja guru tersebut di
atas adalah sebagai berikut:
(a). Merencanakan Pembelajaran
Guru wajib membuat Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) pada awal tahun atau awal
semester, sesuai dengan
rencana kerja sekolah.
(b).
Melaksanakan Pembelajaran
Melaksanakan pembelajaran
merupakan kegiatan interaksi edukatif antara peserta didik
dengan guru. Kegiatan
tersebut merupakan kegiatan tatap muka sebagaimana dimaksud
dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru.
Penjelasan kegiatan tatap muka adalah sebagai berikut:
(1)
Kegiatan tatap muka atau
pembelajaran terdiri dari kegiatan penyampaian materi pelajaran, membimbing dan
melatih peserta didik terkait dengan materi pelajaran, dan
menilai hasil belajar
yang terintegrasi dengan pembelajaran dalam kegiatan tatap muka,
(2)
Menilai hasil belajar yang
terintegrasi dalam proses pelaksanaan pembelajaran tatap
muka antara lain berupa penilaian
akhir pertemuan atau penilaian akhir tiap pokok
bahasan merupakan bagian dari
kegiatan tatap muka,
(3). Kegiatan tatap muka dapat dilakukan
secara langsung atau termediasi dengan
menggunakan media antara lain
video, modul mandiri, kegiatan observasi/eksplorasi,
(4). Kegiatan tatap muka dapat
dilaksanakan antara lain di ruang teori/kelas, laboratorium,
studio, bengkel atau di luar
ruangan,
(5). Waktu pelaksanaan kegiatan
pembelajaran atau tatap muka sesuai dengan durasi waktu
yang tercantum dalam struktur
kurikulum sekolah/madrasah
Sebelum pelaksanaan
kegiatan tatap muka, guru diharapkan melakukan persiapan, antara lain
pengecekan dan/atau penyiapan fisik kelas/ruangan, bahan pelajaran, modul,
media, dan perangkat administrasi.
(15)
c. Menilai
Hasil Pembelajaran
Menilai hasil pembelajaran merupakan
serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan
menafsirkan data tentang proses dan hasil
belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan
berkesinambungan. Melalui penilaian hasil
pembelajaran diperoleh informasi yang bermakna untuk
meningkatkan proses pembelajaran
berikutnya serta pengambilan keputusan lainnya. Menilai hasil
pembelajaran dilaksanakan secara
terintegrasi dengan tatap muka seperti ulangan harian dan
kegiatan menilai hasil belajar dalam waktu
tertentu seperti ujian tengah semester dan akhir semester.
Pelaksanaan penilaian dilakukan dengan
menggunakan tes dan nontes. Penilaian nontes dapat
berupa pengamatan dan pengukuran sikap
serta penilaian hasil karya dalam bentuk tugas, proyek
fisik atau produk jasa.
(1) Penilaian dengan tes.
- Tes dilakukan secara tertulis atau lisan,
dalam bentuk ulangan harian, tengah semester, dan
ujian akhir semester. Tes ini dilaksanakan
sesuai dengan kalender pendidikan atau jadwal
yang telah ditentukan.
- Tes tertulis dan lisan dilakukan di dalam
kelas.
- Pengolahan hasil tes dilakukan di luar
jadwal pelaksanaan tes.
(2) Penilaian nontes berupa pengamatan
dan pengukuran sikap.
*Pengamatan
dan pengukuran sikap sebagai bagian tidak terpisahkan dari proses pendidikan,
dilaksanakan oleh guru dengan tujuan untuk
melihat hasil pendidikan yang tidak dapat
diukur dengan tes tertulis atau lisan.
*Pengamatan dan pengukuran sikap dapat
dilakukan di dalam kelas menyatu dengan proses
tatap muka, dan atau di luar kelas.
*Pengamatan dan pengukuran sikap yang
dilaksanakan di luar kelas merupakan kegiatan di
luar jadwal tatap muka.
(3) Penilaian nontes berupa
penilaian hasil karya.
*Penilaian hasil karya peserta didik dalam
bentuk tugas, proyek fisik atau produk jasa,
portofolio, atau bentuk lain dilakukan
di luar jadwal tatap muka.
(16)
*Adakalanya dalam penilaian ini, guru
harus menghadirkan peserta didik agar untuk
menghindari kesalahan pemahaman dari
guru, jika informasi dari peserta didik belum
sempurna.
d. Membimbing
dan Melatih Peserta Didik
Membimbing dan melatih peserta didik
dibedakan menjadi tiga kategori yaitu membimbing atau
melatih peserta didik dalam proses tatap
muka, intrakurikuler, dan ekstrakurikuler.
(1) Bimbingan dan latihan pada proses
tatap muka
Bimbingan dan latihan pada kegiatan
pembelajaran adalah bimbingan dan latihan yang
dilakukan agar peserta didik dapat
mencapai kompetensi yang telah ditetapkan.
(2) Bimbingan dan latihan pada kegiatan
intrakurikuler
(a) Bimbingan dalam
kegiatan intrakurikuler terdiri dari pembelajaran perbaikan (remedial
teaching) dan pengayaan (enrichment) pada
mata pelajaran yang diampu guru.
(b) Kegiatan pembelajaran perbaikan
merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta
didik yang belum menguasai kompetensi
yang harus dicapai.
(c) Kegiatan pengayaan
merupakan kegiatan bimbingan dan latihan kepada peserta didik yang
telah menguasai kompetensi yang
ditentukan lebih cepat dari alokasi waktu yang ditetapkan
dengan tujuan untuk memperluas atau
memperkaya perbendaharaan kompetensi.
(d) Bimbingan
dan latihan intrakurikuler dilakukan dalam kelas pada jadwal khusus,
disesuaikan dengan kebutuhan, tidak harus dilaksanakan
dengaApakah guru bisa menjadi
pekerjaan profesional yang sejatinya?
e. Melaksanakan
Tugas Tambahan
Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008
tentang Guru Pasal 24 ayat (7) menyatakan bahwa guru dapat diberi tugas
tambahan sebagai kepala satuan pendidikan, wakil kepala satuan pendidikan,
ketua program keahlian satuan pendidikan, pengawas satuan pendidikan, kepala
perpustakaan, kepala laboratorium, bengkel, atau unit produksi. Selanjutnya,
sesuai dengan isi Pasal 52 ayat (1) huruf e, guru dapat diberi tugas tambahan
yang melekat pada tugas pokok misalnya menjadi pembina pramuka, pembimbing kegiatan
karya ilmiah remaja, dan guru piket.
(17)
BAB VI
TUGAS
GURU SEBAGAI WALI KELAS
Dalam lingkup pendidikan di sekolah,
peran wali kelas sungguh amat vital. Wali Kelas punya fungsi manajerial
tersendiri, apalagi bila itu dihubungkan dengan trifungsi wali kelas sebagai mitra
siswa, mitra wali murid, juga mitra guru bidang studi.
Sebagai mitra siswa, wali kelas harus
bisa menjadi sahabat siswa dalam segala hal yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan dan sikap keseharian di kelas. Secara ideal, wali kelas harus
sering mengajak rembuk siswa dalam lingkup kegiatan kelas, dengan misalnya
membuat peraturan-peraturan kelas.
Sebagai mitra para wali murid, wali kelas harus bisa “nyambung” dengan mereka. Diharapkan dengan komunikasi itu, wali murid mendukung apapun peraturan kelas yang dibuat tadi, sehingga ada harmonisasi dan kesinambungan antara program kelas dengan program pembelajaran siswa di rumah.
Sebagai mitra para wali murid, wali kelas harus bisa “nyambung” dengan mereka. Diharapkan dengan komunikasi itu, wali murid mendukung apapun peraturan kelas yang dibuat tadi, sehingga ada harmonisasi dan kesinambungan antara program kelas dengan program pembelajaran siswa di rumah.
Sedangkan sebagai mitra guru bidang
studi, wali kelas haruslah bisa menjaga hubungan harmonis sehingga guru bidang
studi bisa konsisten dengan amanah yang diembankan kepadanya.
Selain hal yang di atas sebagai wali kelas mempunyai, pemikiran bahwa kelas harus dirancang dengan kondisi yang nyaman, agar peserta merasa nyaman atau betah di kelas yang merupakan bagian penting, dalam upaya mendukung lancarnya pembelajaran di kelas, perduli dengan segala sesuatu yang terjadi di kelas.
Selain hal yang di atas sebagai wali kelas mempunyai, pemikiran bahwa kelas harus dirancang dengan kondisi yang nyaman, agar peserta merasa nyaman atau betah di kelas yang merupakan bagian penting, dalam upaya mendukung lancarnya pembelajaran di kelas, perduli dengan segala sesuatu yang terjadi di kelas.
Peran Wali Kelas
Sebagai pengelola kelas tertentu
dalam pelayanan bimbingan dan konseling, Wali Kelas berperan :
·
Membantu guru pembimbing/konselor
melaksanakan tugas-tugasnya, khususnya di kelas yang menjadi tanggung jawabnya,
·
Membantu Guru Mata Pelajaran
melaksanakan peranannya dalam pelayanan bimbingan dan konseling, khususnya di
kelas yang menjadi tanggung jawabnya;
·
Membantu memberikan kesempatan dan
kemudahan bagi siswa, khususnya dikelas yang menjadi tanggung jawabnya, untuk
mengikuti/menjalani layanan dan/atau kegiatan bimbingan dan konseling;
·
Berpartisipasi aktif dalam kegiatan
khusus bimbingan dan konseling, seperti konferensi kasus; dan mengalihtangankan
siswa yang memerlukan layanan bimbingan dan konseling kepada guru
pembimbing/konselor.
(18)
BAB VII
TUGAS
GURU SEBAGAI PEMBIMBING dan KONSELOR
Dasar pemikiran penyelenggaraan bimbingan
dan konseling di Sekolah/Madrasah, bukan semata-mata terletak pada ada atau
tidak adanya landasan hukum (perundang-undangan) atau ketentuan dari atas,
namun yang lebih penting adalah menyangkut upaya memfasilitasi peserta didik
yang selanjutnya disebut konseli, agar mampu mengembangkan
potensi dirinya atau mencapai tugas-tugas perkembangannya (menyangkut aspek
fisik, emosi, intelektual, sosial, dan moral-spiritual).
Konseli sebagai seorang individu yang
sedang berada dalam proses berkembang atau menjadi (on becoming),
yaitu berkembang ke arah kematangan atau kemandirian. Untuk mencapai kematangan
tersebut, konseli memerlukan bimbingan karena mereka masih kurang memiliki
pemahaman atau wawasan tentang dirinya dan lingkungannya, juga pengalaman dalam
menentukan arah kehidupannya. Disamping itu terdapat suatu keniscayaan bahwa
proses perkembangan konseli tidak selalu berlangsung secara mulus, atau bebas
dari masalah. Dengan kata lain, proses perkembangan itu tidak selalu berjalan
dalam alur linier, lurus, atau searah dengan potensi, harapan dan nilai-nilai
yang dianut.
Perkembangan konseli
tidak lepas dari pengaruh lingkungan, baik fisik, psikis maupun sosial. Sifat
yang melekat pada lingkungan adalah perubahan. Perubahan yang terjadi dalam
lingkungan dapat mempengaruhi gaya hidup (life style) warga
masyarakat. Apabila perubahan yang terjadi itu sulit diprediksi, atau di luar
jangkauan kemampuan, maka akan melahirkan kesenjangan perkembangan perilaku
konseli, seperti terjadinya stagnasi (kemandegan) perkembangan, masalah-masalah
pribadi atau penyimpangan perilaku. Perubahan lingkungan yang diduga
mempengaruhi gaya hidup, dan kesenjangan perkembangan tersebut, di antaranya:
pertumbuhan jumlah penduduk yang cepat, pertumbuhan kota-kota, kesenjangan
tingkat sosial ekonomi masyarakat, revolusi teknologi informasi, pergeseran
fungsi atau struktur keluarga, dan perubahan struktur masyarakat dari agraris
ke industri.
Iklim lingkungan
kehidupan yang kurang sehat, seperti : maraknya tayangan pornografi di televisi
dan VCD; penyalahgunaan alat kontrasepsi, minuman keras, dan obat-obat
terlarang/narkoba yang tak terkontrol; ketidak harmonisan dalam kehidupan
keluarga; dan dekadensi moral orang dewasa sangat mempengaruhi pola perilaku
atau gaya hidup konseli (terutama pada usia remaja) yang cenderung menyimpang
dari kaidah-kaidah moral (akhlak yang mulia), seperti: pelanggaran tata tertib
Sekolah/Madrasah, tawuran, meminum minuman keras, menjadi pecandu Narkoba atau
NAPZA (Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif lainnya, seperti: ganja,
narkotika, ectasy, putau, dan sabu-
(19)
sabu), kriminalitas, dan
pergaulan bebas (free sex).
Penampilan perilaku
remaja seperti di atas sangat tidak diharapkan, karena tidak sesuai dengan
sosok pribadi manusia Indonesia yang dicita-citakan, seperti tercantum dalam
tujuan pendidikan nasional (UU No. 20 Tahun 2003), yaitu: (1) beriman dan
bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa, (2) berakhlak mulia, (3) memiliki
pengetahuan dan keterampilan, (4) memiliki kesehatan jasmani dan rohani, (5)
memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri, serta (6) memiliki rasa tanggung
jawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Tujuan tersebut mempunyai implikasi
imperatif (yang mengharuskan) bagi semua tingkat satuan pendidikan untuk
senantiasa memantapkan proses pendidikannya secara bermutu ke arah pencapaian
tujuan pendidikan tersebut.
Upaya menangkal dan
mencegah perilaku-perilaku yang tidak diharapkan seperti disebutkan, adalah
mengembangkan potensi konseli dan memfasilitasi mereka secara sistematik dan
terprogram untuk mencapai standar kompetensi kemandirian. Upaya ini merupakan
wilayah garapan bimbingan dan konseling yang harus dilakukan secara proaktif
dan berbasis data tentang perkembangan konseli beserta berbagai faktor yang
mempengaruhinya.
Dengan demikian,
pendidikan yang bermutu, efektif atau ideal adalah yang mengintegrasikan tiga
bidang kegiatan utamanya secara sinergi, yaitu bidang administratif dan
kepemimpinan, bidang instruksional atau kurikuler, dan bidang bimbingan dan
konseling. Pendidikan yang hanya melaksanakan bidang administratif dan
instruksional dengan mengabaikan bidang bimbingan dan konseling, hanya akan
menghasilkan konseli yang pintar dan terampil dalam aspek akademik, tetapi
kurang memiliki kemampuan atau kematangan dalam aspek kepribadian.
Pada saat ini telah
terjadi perubahan paradigma pendekatan bimbingan dan konseling, yaitu dari
pendekatan yang berorientasi tradisional, remedial, klinis, dan terpusat pada
konselor, kepada pendekatan yang berorientasi perkembangan dan preventif.
Pendekatan bimbingan dan konseling perkembangan (Developmental Guidance and
Counseling), atau bimbingan dan konseling komprehensif (Comprehensive
Guidance and Counseling). Pelayanan bimbingan dan konseling komprehensif
didasarkan kepada upaya pencapaian tugas perkembangan, pengembangan potensi,
dan pengentasan masalah-masalah konseli. Tugas-tugas perkembangan dirumuskan
sebagai standar kompetensi yang harus dicapai konseli, sehingga pendekatan ini
disebut juga bimbingan dan konseling berbasis standar (standard based
guidance and counseling). Standar dimaksud
adalah standar kompetensi kemandirian (periksa lampiran 1).
(20)
Dalam pelaksanaannya,
pendekatan ini menekankan kolaborasi antara konselor dengan para personal
Sekolah/ Madrasah lainnya (pimpinan Sekolah/Madrasah, guru-guru, dan staf
administrasi), orang tua konseli, dan pihak-pihak ter-kait lainnya (seperti
instansi pemerintah/swasta dan para ahli : psikolog dan dokter). Pendekatan ini
terintegrasi dengan proses pendidikan di Sekolah/Madrasah secara keseluruhan
dalam upaya membantu para konseli agar dapat mengem-bangkan atau mewujudkan
potensi dirinya secara penuh, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar,
maupun karir.
Atas dasar itu, maka
implementasi bimbingan dan konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada
upaya memfasilitasi perkembangan potensi konseli, yang meliputi as-pek pribadi,
sosial, belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli
sebagai makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis,
psikis, sosial, dan spiritual).
(21)
BAB VIII
PROFESIOPNALISASI
GURU
Kata profesionalisasi berasal dari kata
profesi yang artinya adalah suatu pekerjaan atau jabatan. Sedangkan kata
profesionalisasi guru adalah proses memprofesionalkan guru supaya menjadi lebih
terdidik serta terlatih. Sesuai dengan UU No 14 tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen, standar atau kriteria guru profesional adalah yang memiliki kialifikasi
pendidikan sarjana S1/DIV dan memiliki sertifikat pendidik. Jadi sekali lagi,
profesionalisasi guru berarti menjadikan guru berkualifikasi pendidikan S1/DIV
dan memiliki sertifikat pendidik. Kualifikasi pendidikan S1/DIV ditandai dengan
ijasah, yang diperoleh melalui pendidikan, sedang sertifikat pendidik dapat
diperoleh melalui sertifikasi. Pada dasarnya, pendidikan dan sertifikasi itulah
yang dinamakan pendidikan profesi.
Dengan berbagai cara,
melalui subsidi-subsidi dana pendidikan, berbagai pelatihan bahkan bergulirnya
ide tentang program sertifikasi untuk para guru merupakan bentuk kepedulian pemangku
kebijakan negeri ini demi terwujudnya kompetensi profesionalisasi dan
kesesuaian kesejahteraan bagi para guru."
Guru merupakan pekerjaan
profesi, karenanya seorang guru harus profesional. Menyandang gelar
professional merupakan kebanggaan tersendiri bagi para guru.Sementara
profesional sendiri harus selalu di ikuti dengan konsekuensi yang sangat
tinggi, semangat mendidik yang tak pernah padam, kompetensi yang terus
berkembang mengikuti perkembangan teknologi. Selain kompetensi personal dan
kompetensi sosial yang selalu harus melekat pada keseharian guru, satu
kompetensi tertinggi yang mengarah pada keistimewaan guru adalah kompetensi
profesi. Dalam hubungannya dengan tenaga profesional kependidikan, tentunya
kompetensi menunjuk pada performance atau perbuatan yang bersifat rasional
sesuai dengan alur profesinya dan memenuhi spesifikasi tertentu di dalam
pelaksanaan tugas-tugas kependidikan.
Berbicara tentang
profesionalisme guru, tidak lain menyoroti tentang keahlian khusus yang
dimiliki seorang guru, yang diperoleh baik melalui pendikan, pelatihan atau
pengalaman-pengalaman study banding yang pernah didapatkan. Keahlian yang
dimiliki ini bukan sekedar menjadi milik pribadi, namun untuk dikembangkan dan
dipraktekkan dalam memberi layanan kepada siswa.
Dalam memberikan
layanan, seorang guru yang profesional senantiasa menyesuaikan tingkat
kebutuhan pembelajaran dan disampaikan secara proporsional pula.
Profesionalisme guru senantiasa berpandangan melakukan sesuatu tindakan yang
benar dan baik (do the right thing and do it
(22)
right).Sebagai
konsekuensinya ia akan selalu mencari cara-cara strategis dan sistematis dalam
proses pembelajarannya, sehingga terciptalah situasi pembelajaran yang
kondusif,menyenangkan dan berbobot.
Kita bisa mengartikan
kompetensi sebagai suatu keahlian, namun secara spesifik kompetensi diartikan
sebagai kemampuan professional guru, sedangkan profesi keguruan mempunyai makna
suatu pekerjaan yang wajib memiliki penguasaan pengetahuan dan kemampuan dalam
peranannya sebagai guru.
Sebagai seorang yang
professional,guru harus memiliki gagasan-gagasan baru untuk selalu
mengembangkan kreativitas, memiliki ide cemerlang yang selalu mengiringi daya
ciptanya dalam berkarya, menghabiskan waktu untuk menyelesaikan tugas
profesional dan tugas administrasinya, bertanggung jawab penuh terhadap tugas
yang diembannya, dengan penuh keikhlasan mengemban amanah dan tak pernah putus
asa.
Sudah siapkah kita
menyandang gelar guru berkompetensi profesional? Atau sudah tepatkah kita
memakai gelar guru profesional? Atau justru sebaliknya kita enggan berkarya,
menghabiskan waktu hanya untuk bercerita tentang keprofesionalan semata?
Banyak aspek yang perlu
dipersiapkan untuk menuju kesana. Kemampuan dalam membuat perencanaan
pengajaran merupakan pondasi yang harus dipersiapkan dengan baik, Kemampuan
guru dalam mengajar dan menguasai kelas, mengelola interaksi dengan baik dan
melengkapi semua perlengkapan/administrasi penunjang kegiatan belajar.Dengan
demikian jabatan guru sebagai suatu profesi telah mendapatkan status yang
pasti.Profesional bukan sekadar kata-kata semata, kompetensi boleh diuji
sebagai bukti prestasi.
Seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka profesi guru selalu
ditingkatkan dengan pelatihan-pelatihan guru dalam jabatan, pendidikan
lanjutan, adanya organisasi profesi, sehingga akan terjadi peranan berantai
dari organisasi profesional keguruan yang meliputi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang diharapkan dapat memberikan dampak peningkatan
mutu dan kualifikasi guru. Guru yang berkompetensi dan profesional dituntut
dapat menyesuaikan perkembangan jaman.
Ada beberapa masalah
yang dihadapi dalam mewujudkan kompetensi profesionalisasi guru adalah kurang
maksimalnya daya dukung kalangan tenaga kependidikan itu sendiri,kurangnya
sarana prasarana, terbatasnya anggaran pendidikan (besarnya anggaran tidak
sebanding dengan jumlah tenaga pendidik), kurangnya partisipasi masyarakat dan
standarisasi mutu/proses penilaian yang ditanggapi
(23)
dengan rasa ketakutan
oleh beberapa peserta peningkatan profesi.
Dari beberapa masalah
tersebut nyatalah, bahwa sebenarnya profesi guru sangat diperlukan dalam
mengatasi hambatan-hambatan pelaksanaan pendidikan. Namun demikian, jika
disikapi dengan penuh kearifan,hambatan-hambatan tersebut semestinya mendorong
kalangan profesi kependidikan untuk selalu meningkatkan keprofesionalannya dan
meningkatkan kualitas unjuk kerjanya.
Adalah sebuah realita
bahwa jaman terus berkembang, sikap dan perilaku para pelaku pendidikan
diharuskan menyesuaikan dengan perkembangan peradaban tersebut. Prasarana
penunjang kegiatan pendidikanpun sudah beralih menggunakan media berteknologi
tinggi.
Dengan berbagai cara,
melalui subsidi-subsidi dana pendidikan, berbagai pelatihan bahkan bergulirnya
ide tentang program sertifikasi untuk para guru merupakan bentuk kepedulian
pemangku kebijakan negeri ini demi terwujudnya kompetensi profesionalisasi dan
kesesuaian kesejahteraan bagi para guru.
Penuh rasa sukacita dan
gembira tergambar pada wajah-wajah guru bersertifikasi, ironisnya kebijakan
yang istimewa ini terkadang dianggap sebagai suatu hal yang wajar, banyak yang
mengatakan memang sudah seharusnya pemerintah memperhatikan para guru, kapan
lagi kalau bukan sekarang dan banyak kalimat-kalimat lain.
Merupakan suatu hal yang
bijak apabila masing-masing menyadari pentingnya kompetensi profesionalisasi
demi terwujudnya tujuan pendidikan yang sesungguhnya. Sebenarnya jika
masing-masing pelaku pendidikan selalu berpegang pada kode etik, bukan
merupakan hal yang sulit untuk merubah sikap dan tingkahlaku, memperbaiki dan
meningkatkan kompetensi, mencapai mutu terbaik dalam mewujudkan
profesionalisasi guru. (CN23).
(24)
BAB VIII
PENUTUP
Demikian makalah ringkas yang saya buat,
mudaha-mudahan berguna bagi saya khususnya dan bagi siapapun yang membacanya.
Seperti kata pepatah, “Tidak ada gading yang tidak retak”, tidak ada sesuatupun
di dunia ini yang sempurna sama sekali, dan dari ketidak sempurnaan itulah akan
berkembang terus kehidupan ini. Demikian juga makalah ini, pelatihan dan kerja
keras yang terus menerus pastilah akan semakin mendekati kesempurnaan. Amin.
Referensi :
1.
Wiwik Kusdaryanti, Trimo.2009. Landasan
Kependidikan. Hal 96-117
2.
Tri Suyati, Soedharto dan A.Y.
Soegeng Ysh. 2010. Profesi keguruan.
Hal. 1 – 34.
3.
http://akhmadsudrajat.wordpress.com/links-pendidikan/
posted 20 November 2010
Komentar
Posting Komentar