PRILAKU ORGANISASI DAN IMPLEMENTASINYA DALAM SEKOLAH
MAKALAH
PRILAKU ORGANISASI
DAN
IMPLEMENTASINYA DALAM SEKOLAH
Dihimpun oleh :HADI
PRANOTO
NPM : 10510068
Kelas : C
Prodi : PPs _ MP
Semester 1 – Tahun 2010
Dosen :
2. Prof. Dr. AT Sugito
1. Dr. Tatik Sutarti Suryo, MM
IKIP PGRI SEMARANG 2010
BAB I
PENDAHULUAN
Organisasi merupakan
kumpulan dari beberapa orang atau kelompok orang atau kelompok. Dalam sebuah
organisasi sudah pasti memiliki tujuan dan pandangan masing-masing dari
kerjanya dalam organisasi. Mereka bersaing untuk mencapai kepentingannya
masing-masing dalam organisasi tersebut. Hal ini juga ditandai dengan perbedaan
yang ada mengenai segala macam sifat dalam anggota organisasi.
Perbedaan-perbedaan
yang ada akan menimbulkan perselisihan paham antara para anggota organisasi.
Perselisihan paham ini dinamakan konflik. Konflik ini bisa muncul secara terus
menerus apabila kepala sekolah dalam organisasi tersebut tidak bisa menciptakan
situasi sepaham dalam semua anggota organisasi. Konflik tidak dapat dihindari
dalam suatu organisasi karena disebabkan oleh perbedaan-perbedaan yang
datangnya dari dalam sifat manusia. Sifat manusia ini bukanlah hal yang dengan
mudah bisa diubah.
Munculnya konflik
dalam sebuah organisasi tidak selalu bersifat negatif. Konflik bisa dijadikan
alasan untuk mengadakan perubahan dalam keorganisasian. Perubahan ini dapat
terjadi apabila kepala sekolah mengadakan evaluasi terhadap perbedaan pandangan
antar elemen-elemen organisasi. Evaluasi ini bisa menimbulkan berbagai
kesimpulan dan ditemukannya cara-cara baru untuk memecahkan masalah-masalah
yang timbul akibat dari konflik yang terjadi. Penemuan cara-cara baru ini dapat
memperbaiki pengambilan keputusan. Apabila konflik yang ada bisa dikembangkan
menjadi hal tadi maka munculnya konflik bisa berdampak positif terhadap
organisasi.
Akan tetapi, apabila
munculnya konflik menyebabkan adanya diskusi-diskusi panjang tanpa menemukan
kata sepakat antara para anggota organisasi dan tidak adanya
prioritas-prioritas keorganisasian maka konflik berdampak negatif terhadap
organisasi. Hal ini bisa menyebabkan organisasi dalam keadaan terpuruk dan
penghambatan dalam pengambilan keputusan aktual.
Oleh karena hal-hal
diatas, maka organisasi membutuhkan para kepala sekolah yang terampil dan
profesional. Para kepala sekolah harus mampu
mengenali situasi-situasi yang mengarah pada konflik. Para
kepala sekolah harus bisa menjadikan konflik yang sudah terlanjur muncul
menjadi berdampak positif pada organisasi. Sehingga pada akhirnya tercapainya
tujuan-tujuan organisasi menjadi prioritas.
BAB II
RUANG LINGKUP PRILAKU
ORGANISASI
Perilaku Organisasi,
sesungguhnya terbentuk dari perilaku-perilaku individu yang terdapat dalam
organisasi tersebut. Oleh karena itu pengkajian masalah perilaku organisasi
jelas akan meliputi atau menyangkut pembahasan mengenai perilaku individu.
Dengan demikian dapat dilihat bahwa ruang lingkup kajian ilmu perilaku
organisasi hanya terbatas pada dimensi internal dari suatu organisasi. Dalam
kaitan ini, aspek-aspek yang menjadi unsur-unsur, komponen atau sub sistem dari
ilmu perilaku organisasi antara lain adalah : -
- motivasi,
- kepemimpinan,
- stres dan atau konflik,
- pembinaan karir,
- masalah sistem imbalan,
- hubungan komunikasi,
- pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,
- produktivitas dan atau kinerja (performance),
- kepuasan,
- pembinaan dan pengembangan organisasi (organizational
development),
Sementara itu
aspek-aspek yang merupakan dimensi eksternal organisasi seperti faktor ekonomi,
politik, sosial, perkembangan teknologi, kependudukan dan sebagainya, menjadi
kajian dari ilmu manajemen strategik (strategic management). Jadi, meskipun
faktor eksternal ini juga memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
keberhasilan organisasi dalam mewujudkan visi dan misinya, namun tidak akan
dibahas dalam konteks ilmu perilaku organisasi.
BAB III
PENDEKATAN DALAM PERILAKU ORGANISASI
Dengan adanya
interaksi atau hubungan antar individu dalam organisasi, maka penelaahan
terhadap perilaku organisasi haruslah dilakukan melalui pendekatan-pendekatan
sumber daya manusia (supportif), pendekatan kontingensi, pendekatan
produktivitas dan pendekatan sistem. Pendekatan sumber daya manusia dimaksudkan
untuk membantu pegawai ( karyawan dan guru ) agar berprestasi lebih baik,
menjadi orang yang lebih bertanggung jawab, dan kemudian berusaha menciptakan
suasana dimana mereka dapat menyumbang sampai pada batas kemampuan yang mereka
miliki, sehingga mengarah kepada peningkatan keefektifan pelaksanaan tugas.
Pendekatan ini berarti juga bahwa orang yang lebih baik akan mencapai hasil
yang lebih baik pula, sehingga pendekatan ini disebut pula dengan pendekatan
suportif.
Sementara itu,
pendekatan kontingensi mengandung pengertian bahwa adanya lingkungan yang
berbeda menghendaki praktek perilaku yang berbeda pula untuk mencapai
keefektifan. Disini pandangan lama yang mengatakan bahwa prinsip-prinsip
manajemen bersifat universal dan perilaku dapat berlaku dalam situasi apapun,
tidak dapat diterima sepenuhnya.
Disisi lain,
pendekatan produktivitas dimaksudkan sebagai ukuran seberapa efisien suatu
organisasi dapat menghasilkan keluaran yang diinginkan. Jadi, produktivitas
yang lebih baik merupakan ukuran yang bernilai tentang seberapa baik penggunaan
sumber daya dalam masyarakat. Dalam hal ini perlu diingat bahwa konsep
produktivitas tidak hanya diukur dalam kaitannya dengan masukan dan keluaran
ekonomis, tetapi masukan manusia dan sosial juga merupakan hal yang penting.
Dengan demikian, apabila perilaku organisasi yang lebih baik dapat mempertinggi
kepuasan kerja, maka akan dihasilkan keluaran manusia yang baik pula, dan pada
akhirnya akan menghasilkan produktivitas pada derajat yang diinginkan.
Adapun pendekatan
sistem terutama diterapkan dalam sistem sosial, dimana di dalamnya terdapat
seperangkat hubungan manusia yang rumit yang berinteraksi dalam banyak cara.
Ini berarti, dalam mengambil keputusan para kepala sekolah harus mengkaji
hal-hal diluar situasi langsung untuk menentukan dampaknya terhadap sistem yang
lebih besar, sehingga memerlukan analisis biaya dan manfaat (cost – benefit
analysis).
Antara pendekatan
sumber daya manusia dengan pendekatan produktivitas diatas, memiliki kaitan yang
sangat erat, dimana adanya dorongan pimpinan terhadap karyawan untuk melakukan
tugasnya sebaik mungkin, secara langsung akan mendorong tingkat produktivitas
organisasi. Untuk dapat mendorong karyawannya kearah tujuan yang diharapkan,
seorang pimpinan harus dapat mengetahui kebutuhan karyawan yang bersifat
pribadi dan internal. Atau dengan kata lain, disini terjadi hubungan antara
kebutuhan dengan prestasi kerja.
BAB IV
MOTIVASI DAN KEPEMIMPINAN
Kebutuhan dan atau
keinginan seorang pekerja terhadap sesuatu hal tertentu dan akan diusahakan
untuk bisa dicapainya, dalam kajian ilmu administrasi sering disebut dengan
istilah motivasi. Motivasi adalah proses psikologis yang merupakan salah satu
unsur pokok dalam perilaku seseorang. Sebagaimana dikemukakan Miftah Thoha,
perilaku seseorang itu sebenarnya bisa dikaji sebagai saling berinteraksinya
atau ketergantungannya unsur-unsur yang merupakan suatu lingkaran. Unsur-unsur
itu secara pokok terdiri dari motivasi dan tujuan. Atau menurut Fred Luthans,
terdiri dari tiga unsur yakni kebutuhan (needs), dorongan (drive) dan tujuan
(goals).
Dalam kaitannya dengan
pencapaian tujuan organisasi, salah satu aspek perilaku organisasi yang penting
disamping motivasi, adalah kepemimpinan (leadership).
Bagi sebuah organisasi, kepemimpinan jelas sekali mempunyai peran
yang sangat penting. Sebab, adanya kepemimpinan berarti terjadinya proses
membantu dan mendorong orang lain untuk bekerja dengan antusias mencapai
tujuan. Jadi, faktor manusia atau pemimpin-lah yang mempertautkan kelompok dan
memotivasinya untuk mencapai tujuan, atau kepemimpinan juga mengubah yang
tadinya hanya kemungkinan menjadi kenyataan.
Seorang pemimpin yang menjalankan fungsi kepemimpinannya dengan
segenap filsafat, keterampilan dan sikapnya, secara keseluruhan di persepsikan
oleh karyawannya sebagai gaya
kepemimpinan (leadership style). Gaya
tersebut bisa berbeda-beda atas dasar motivasi, kuasa ataupun orientasi
terhadap tugas atau orang tertentu.
Diantara beberapa gaya kepemimpinan,
terdapat pemimpin yang positif dan negatif, dimana pembedaan itu didasarkan pada cara dan upaya
mereka memotivasi karyawan. Apabila pendekatan dalam pemberian motivasi
ditekankan pada imbalan atau reward (baik ekonomis maupun non ekonomis),
berarti telah digunakan gaya
kepemimpinan yang positif. Sebaliknya, jika pendekatannya menekankan pada
hukuman atau punishment, berarti dia menerapkan gaya kepemimpinan negatif. Pendekatan kedua
ini dapat menghasilkan prestasi yang diterima dalam banyak situasi, tetapi
menimbulkan kerugian manusiawi.
Selain gaya
kepemimpinan diatas, terdapat gaya lainnya yaitu
gaya otokratik,
partisipatif, dan bebas kendali (free rein atau laissez faire). Pemimpin
otokratik memusatkan kuasa dan pengambilan keputusan bagi dirinya sendiri, dan
menata situasi kerja yang rumit bagi pegawai sehingga mau melakukan apa saja
yang diperintahkannya. Kepemimpinan ini pada umumnya negatif, yang berdasarkan
atas ancaman dan hukuman. Meskipun demikian, ada juga beberapa manfaatnya
antara lain : memuingkinkan pengambilan keputusan dengan cepat serta
memungkinkan pendayagunaan pegawai yang kurang kompeten.
Sementara itu,
pemimpin partisipatif lebih banyak mendesentralisasikan wewenang yang
dimilikinya sehingga keputusan yang diambil tidak bersifat sepihak. Adapun
pemimpin bebas kendali menghindari kuasa dan tanggungawab, kemudian
menggantungkan kepada kelompok baik dalam menetapkan tujuan dan menanggulangi
masalahnya sendiri. Diantara ketiganya, kecenderungan umum yang terjadi adalah
kearah penerapan praktek partisipasi secara lebih luas karena dianggap paling
konsisten dengan perilaku organisasi yang supportif.
BAB V
ASPEK-ASPEK LAIN DALAM PERILAKU ORGANISASI
Selain masalah motivasi
dan kepemimpinan, ilmu Perilaku Organisasi mengkaji juga beberapa aspek
strategis dalam organisasi seperti pemecahan masalah dan pengambilan keputusan,
komunikasi, stres dan konflik, produktivitas dan atau kinerja, dan sebagainya.
Keseluruhan aspek ini selalu terkait dengan masalah perilaku manusia dalam
organisasi, sehingga aspek-aspek strategis itupun akan sangat tergantung kepada
proses pembentukan perilaku maupun baik buruknya perilaku manusia itu sendiri.
Dalam proses pengambilan
keputusan misalnya, ternyata dalam setiap tahapnya akan terdapat perilaku orang
yang beraneka ragam, dari yang pendiam dan menyerahkan sepenuhnya kepada orang
lain, monopoli dan ingin memaksakan kehendak, sampai dengan sikap-sikap sok
tahu atau menyembunyikan informasi.
Dalam proses pengambilan
keputusan pada khususnya dan dalam setiap aktivitas organisasional pada
umumnya, akan terjalin suatu hubungan interpersonal atau komunikasi antar
anggotanya. Sebagaimana halnya pada proses pengambilan keputusan, maka proses
komunikasipun sering menghadapi kegagalan dan hambatan yang bersumber dari
sikap dan perilaku orang yang berbeda-beda, seperti sikap asertif, non asertif,
atau bahkan agresif.
Kondisi-kondisi tidak berjalannya proses-proses keorganisasian
seperti yang diharapkan ini pada gilirannya akan dapat menimbulkan stres bagi
anggota organisasi, sekaligus membawa kemungkinan munculnya konflik baik –
dalam pengertian yang positif maupun yang negatif. Untuk itu, perlu diupayakan
agar konflik negatif sesegera mungkin dipecahkan atau diselesaikan, sementara
konflik positif dipelihara untuk memacu peningkatan produktivitas dan atau
kinerja organisasi. Sebab, tujuan akhir dari pembentukan organisasi adalah
kesejahteraan manusia, sedangkan kesejahteraan ini dapat dicapai apabila
produktivitas / kinerja organisasi dapat terus ditingkatkan.
BAB VI
PERILAKU INDIVIDU DAN
PENGARUHNYA TERHADAP ORGANISASI
A. PENGERTIAN
PRILAKU INDIVIDU
Pengertian Prilaku
Individu menurut Khaerul Umam dalam bukunya “Perilaku Oragnmisasi” mengatakan
bahwa perilaku individu adalah sikap dan tindakan (tingkah laku) seorang manusia (individu) dalam organisasi
sebagai ungkapan dari kepribadian, persepsi dan sikap jiwanya, yang bisa
berpengaruh terhadap prestasi (kerja) dirinya dan organisasi.
Dalam hal ini David A.N,
Richarf Hackman, dan Edward E.L. mengatakan mengapa peilaku individu bisa
berpangaruh pada organisasi. Mereka mengatakan demikian karena setiap
individu :
1. mempunyai perbedaan perilaku yang disebabkan kemampuan setiap
individu berbeda.
2. mempunyai kebutuhan yang berbeda.
3. berpikir tentang masa depan dan menuat pilihan tentang bagaimana
bertindak.
4. memahami lingkungannya dalam hubungannya dengan pengalaman masa
lalu dan kebutuh
-annya.
5. mempunyai reaksi senang atau tidak senang.
6. mempunyai banyak factor yang menentukan sikap dan perilaku
seseorang.
Kita ketahui bersama
bahwa setiap individu tidak ada yang sama persis kemampuannya, baik kemampuan
berfikir,bertindak, maupun berperilaku, demikian juga tidak sama dalam
mengapresiasi perilaku organisasi atau ketetapan yang telah dibuat bersama.
Semakin banyak anggota dalam suatu organisasi, maka semakin kompleks perilaku
yang ada. Dari keberbedaan itu apabila tidak bisa dimanage dengan baik, maka tidak mustahil organisasi akan berhenti
bergerak.
Disamping
perbedaan-perbedaan yang penulis sebutkan, masih ada lagi factor-faktor
individu yang mempengaruhi organisasi, diantaranya yaitu :
a. Faktor
Dependen
Yaitu factor-faktor kunci yang ingin dijelaskan atau diperkirakan dan
yang terpengaruh
sejumlah factor lain
(suatu respons yang dipengaruhi oleh suatu variable bebas.)
Faktor-faktor dependen tersebut antara
lain :
1.
Produktivitas
Yaitu suatu ukuran kinerja yang mempengaruhi
keefektifan dan efisiensi.
2.
Keabsenan (kemangkiran)
Yaitu gagal atau tidak melapor untuk bekerja
3.
Pengunduran diri (keluar masuknya karyawan)
Yaitu
penarikan diri secara sukarela dan tidak sukarela dari suatu organisasi
4.
Kepuasan kerja
Yaitu
suatu sikap umum terhadap pekerjaan seseorang atau selisih antara banyaknya
ganjaran
yang diterima seorang pekerja dan banyaknya yang mereka yakini seharusnya
mereka
terima.
b. Faktor Independen
1.
Variabel-variabel level individu
a.
Usia
b.
Jenis kelamin
c.
Status perkawinan
d.
Masa kerja
2.
Variabel-variabel level kelompok
3.
Variabel-variabel level system organisasi
B. STRESS INDIVIDU
Stress adalah tekanan
atau ketegangan yang dihadapi seseorang dan mempengaruhi
emosi, pikiran, serta
kondisi keseluruhan dari orang tersebut.
Faktor pemicu stress
disebut stressor
Stressor dibagi menjadi
dua, antara lain :
1.
Stressor On The Job (dari dalam lingkungan pekerjaan)
a)
Beban kerja berlebih (overload)
b) Desakan waktu (deadline)
c) Kualitas pembimbingan rendah/low supervise
d) Iklim politis tidak aman/low comfort
e) Umpan balik kerja rendah/low feedback
f) Wewenang tidak memadai/low authority
g) Ketidakjelasan peranan/role ambiguity
h) Frustasi/putus asa
i) Konflik antar pribadi atau kelompok
j) Perbedaan nilai individu dan organisasi
k) Perubahan situasi kantor yang mengejutkan
2.
Stressor Off The Job (dari luar lingkungan pekerjaan)
a) Krisis keuangan pribadi atau keluarga
b) Permasalahan-permasalahan tentang anak
c) Permasalahan-permasalahan tentang fisik
d) Permasalahan-permasalahan dalam perkawinan
e) Perubahan situasi rumah atau lingkungan
f) Permasalahan-permasalahan lainnya
Dampak stressor dipengaruhi oleh berbagai
factor yaitu :
1.
Sifat stressor
Yaitu pengetahuan individu tentang stressor
tersebut dan pengaruhnya pada individu
Tersebut.
2.
Jumlah stressor
Yaitu banyaknya stressor yang diterima
individu dalam waktu bersamaan.
3.
Lama stressor
Yaitu seberapa sering individu menerima
stressor yang sama
4.
Pengalaman masa lalu
5.
Tingkat perkembangan
C. MODEL UMUM PERILAKU DALAM ORGANISASI
BAB VII
MENGATASI KONFLIK DALAM ORGANISASI SEKOLAH
A.
PENGERTIAN
Pengertian konflik menurut Rue dan Byar
disebutkan bahwa konflik adalah suatu kondisi perilaku yang tidak tersembunyi
atau tidak disembunyikan dimana satu pihak ingin memenangkan kepentingannya
sendiri diatas kepentingan pihak lain (Basalamah 2004, 275).
Pengertian lain diperoleh dari web http://www.ohrd.wisc.edu,
dimana konflik didefinisikan sebagai berikut : “Conflict is a disagreement
through which the parties involved perceive a threat to their needs, interests
or concerns.“ Konflik dianggap sebagai suatu perselisihan paham dimana dua
pihak yang dilibatkan merasakan suatu ancaman atas kebutuhan, keinginan dan
perhatian masing-masing (substansi dari masalah yang dibawa dalam negosiasi).
Dari pengertian tersebut, dalam konfik
terdapat empat unsur dimana terdapat disaggrement,
yaitu perselisihan antara dua (atau bahkan lebih) pihak yang terlibat dalam
negosiasi. Unsur kedua, parties involved – yaitu adanya disparitas
yang dirasakan oleh dua pihak yang terlibat. Unsur ketiga, perceive threat
– yaitu adanya respon atas ancaman yang dirasakan oleh pihak-pihak yang
terlibat. Dan yang keempat, needs, interest, concerns – yaitu masalah
itu sendiri yang dibahas dalam negosisai.
Konflik pada dasarnya merupakan suatu
proses yang dimulai pada saat satu pihak merasa dibuat tidak senang oleh, atau
adanya itikad akan berbuat tidak menyenangkan kepada pihak lain mengenai sesuatu
yang dianggap oleh pihak pertama hal yang penting.
Sedangkan pengertian negosiasi menurut
Heron dan Vandenabeele, dijelaskan bahwa negosiasi adalah suatu proses dimana
dua pihak atau lebih yang mempunyai kepentingan yang sama atau bertentangan bertemu
dan berbicara dengan maksud untuk mencapai suatu kesepakatan. (Heron 1998, 5).
Dalam negosiasi tidak hanya perbedaan kepentingan yang menjadikan alasan
terjadinya suatu negosiasi, tetapi juga adanya persamaan kepentingan dapat
menjadi alasan terjadinya negosiasi dengan dasar motivasi untuk mencapai
kesepakatan. Dan dalam berlangsungnya negosiasi tersebut kadang timbul
konflik-konflik lanjutan dalam rangka mencapai suatu kesepakatan.
Oleh karena itu, makalah ini membahas mengenai konflik yang
terjadi ketika negosiasi berlangsung, mengetahui apa yang menjadi penyebab dan
bagaimana menanganinya agar konflik tersebut tidak menjadi lebih buruk sehingga
tujuan bersama yang saling menguntungkan dapat tercapai.
B. PENYEBAB KONFLIK
Dalam negosiasi terdapat banyak hal yang
bisa menyebabkan konflik (Jackman 2005, 72).
Berikut ini dipaparkan beberapa contoh
penyebab konflik dalam negosiasi :
- Ketika satu pihak atau lebih menolak
untuk bergerak dari posisi awal negosiasi.
- Lebih fokus kepada orang dan posisi
daripada masalah yang ada.
- Adanya agenda tersembunyi atau rasa
saling tidak percaya terhadap motivasi pihak
lawan.
- Manipulasi dan perilaku agresif terhadap
salah satu pihak atau lebih.
- Keinginan untuk menang, tanpa
mempedulikan apapun resikonya.
- Mengejar sasaran yang terlalu tinggi dan
tidak realistis.
- Tidak bersedia meluangkan waktu untuk
menjajaki posisi lawan dan/atau, adanya
penolakan untuk menghargai sudut
pandang lawan.
- Kurang jelasnya peran atau tingkat
otoritas.
- Kriteria subyektif yang digunakan
sebagai dasar pengambilan keputusan atau proses
pengambilan keputusan yang tidak jelas.
Dalam negosiasi seorang kepala sekolah harus dapat memahami sikapnya
terhadap konflik. Pemahaman tersebut dapat berguna sebagai persiapan dan
pemikiran dalam menghadapi konflik ketika konflik tersebut muncul dalam
negosiasi.
C MENGENALI
KONFLIK DALAM NEGOSIASI
Kemampuan mengenali
konflik adalah salah satu langkah awal untuk menghadapi konflik.
Berikut dipaparkan
mengenai hal-hal yang menandai adanya konflik dalam negosiasi :
1. Kurangnya kesediaan untuk mendengarkan,
justru disertai dengan keinginan yang lebih
besar untuk memaksakan ide kepada lawan.
2. Suasana semakin tegang.
3. Sikap defensif dan kurangnya
keterbukaan.
4. Sikap mempertahankan posisi awal
dan menolak untuk bergerak (berkembangnya
mentalitas “kami” dan “mereka”).
5. Sikap menarik diri dari diskusi atau
menolak dalam perdebatan.
6. Ada
pihak yang ngambek.
7. Serangan personal baik secara
langsung ataupun tidak langsung.
8. Menggunakan ancaman, sikap kasar, dan
saling menjatuhkan.
9. Mengabaikan lawan, misalnya tidak mau
menerima telepon atau email dari pihak lawan.
10. Menjuluki lawan dengan istilah yang
menghina dan merendahkan.
Ketika konflik mencapai pada level yang ekstrim mungkin
mengakibatkan sebuah konflik yang tidak teratasi/tidak terselesaikan sehingga
negosiasi harus dihentikan (deadlock). Untuk mencegah deadlock tersebut
pihak ketiga harus dihadirkan sebagai mediator. Dalam menengahi deadlock
tersebut mediator harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :
1. Mediator harus mengakui adanya konflik dan mengarahkan pada
cara-cara untuk
menyelesaikan persoalan
yang timbul. Bagi pihak-pihak yang bertikai konflik dianggap
sebagai suatu masalah yang
serius, oleh karena itu mediator tidak boleh menganggap
remeh konflik tersebut.
2. Mediator harus bersikap netral. Mediator tidak boleh
menunjukkan persetujuannya
kesalahsatu pihak, baik
dengan ekspresi muka, gerakan tubuh atau mengulangi pernyataan
dari salah satu pihak yang
bertikai. Dengan bersikap netral diharapkan kedua pihak akan
merasa nyaman untuk
meyampaikan tuntutan mereka.
3. Mediator harus memfokuskan diskusi pada masalah bukan kepada
pribadi yang bertikai.
4. Mediator harus meletakkan pihak-pihak yang bertikai pada
perspektifnya dengan
mengidentifikasi
bidang-bidang yang akan disetujui dan memfokuskan pada masalah
secara satu persatu.
5. Mediator bersikap sebagi fasilitator dan bukan sebagai hakim
yang akan menentukan siapa
yang menang dan kalah.
6. Mediator harus memperoleh keyakinan bahwa pihak-pihak yang
bertikai mendukung
solusi yang telah mereka
setujui.
D.
STRATEGI PENANGANAN KONFLIK
Kunci untuk mencegah memburuknya konflik
adalah dengan menangani pada tahap yang masih dini. Banyak strategi dan taktik
negosiasi yang dapat digunakan untuk mencegah timbulnya konflik. Alternatif
metode dan teknik lain yang dapat digunakan untuk mencegah konflik antara lain :
1 Komunikasi yang terbuka
Komunikasi bisa menjadi
faktor penentu dalam menghindari konflik. Langkah-langkah
dasar adalah sebagai
berikut:
a. Perhatikan tanda-tanda
nonverbal yang menunjukkan ketidakselarasan antara apa yang
dipikirkan atau
dirasakan seseorang dengan apa yang dikatakannya (Misalnya:
seseorang mungkin berkata “tidak” tetapi nada
suaranya yang terdengar ragu
menyampaikan pesan
berbeda, yaitu “saya tidak yakin”).
b. Perhatikan adanya
asumsi tersembunyi di hadapan semua orang, baik dari diri sendiri
maupun pihak lawan.
Buka asumsi tersebut dihadapan semua orang sehingga kesalahan
bisa dikoreksi.
c. Berusahalah membuka jalur-jalur komunikasi.
Katakan apa yang dipikirkan atau rasakan
secara diplomatis dan
dorong lawan untuk bersikap terbuka dan mau bicara.
d. Hindari kurangnya
kejelasan dalam negosiasi. Jika ada sesuatu yang tidak jelas,
mintalah klarifikasi
sampai benar-benar mengerti. Apabila seseorang tampak merasa
tidak jelas mengenai
sesuatu, tanyakan kepadanya dan berikan penjelasan yang
diperlukan.
e. Belajar mendengarkan
dengan baik. Lakukan dengan sungguh-sungguh, penuh
perhatian, dan rasa
hormat. Tunjukkan empati dan dengarkan serta pahami perkataan
lawan bicara.
Dengarkanlah dengan penuh perhatian tanpa menyela atau menghakimi.
Simpulkan kembali apa
yang didengar untuk menunjukkan bahwa penjelasannya telah
disimak dengan baik.
f. Ungkapkan perasaan
dan kebutuhan dengan cara yang tidak terkesan mengancam.
Hal ini bisa dilakukan
dengan menggunakan pernyataan bersubjek “saya” dan hindari
pernyataan terakhir
yang bisa membuat lawan merasa dihakimi atau diperalahkan.
2 Mengenali kebutuhan lawan
Jika reaksi lawan terlihat
tegang dan tidak sesuai dengan yang diharapkan, berhentilah dan
mencoba menempatkan posisi
sebagai lawan.
a. Tempatkan diri
pada posisi lawan dan bayangkan cara pandang mereka terhadap situasi
tersebut.
b. Pertimbangkan
perilaku dari sudut pandang lawan, apakah ada yang bisa menimbulkan
salah arti?
c. Apakah lawan berada
dalam posisi dibawah tekanan pihak lain.
d. Tunjukkan kepekaan dan
kepedulian terhadap lawan.
e. Kesampingkan
kebutuhan dan dengarkan kekhawatiran lawan. Tunukkan kepada lawan
bahwa kebutuhan mereka
akan dipenuhi.
3 Merespons kebutuhan timbal
balik
Jika posisi awal sesorang
tidak mungkin untuk diterima, pertimbangkan sesuatu yang dapat
diperoleh apabila dapat
melunakkan situasi tersebut, dengan cara :
a. Berikan
kesempatan diskusi lebih lanjut dan memastikan tersedianya waktu untuk
menyelidiki masalah
yang ada secara menyeluruh dari sudut pandang lawan.
b. Cari tahu penyebab
lawan bertahan pada posisinya. Apa yang mendasari hal tersebut?
c. Pertimbangkan
kemungkinan yang dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak.
Relakan hal-hal yang
tidak penting, tetapi penting bagi lawan dan sebaliknya.
d. Ungkapkan
kekhawatiran dengan tenang dan hormat. Utarakan keinginan untuk
menyelesaikan masalah
dan solusi yang memuaskan semua pihak.
4 Menangani Konflik
Terjadinya konflik tidak
dapat dicegah, yang ada adalah mengendalikannya. Konfrontasi dapat digunakan
untuk mengendalikan konflik dan mencegah memburuknya konflik yang muncul selama
negosiasi. Pihak-pihak yang terlibat dipaksa untuk berinteraksi dan membahas perbedan
yang ada secara terbuka sehingga dapat menyelesaikan kesalah pahaman yang
terjadi.
Manfaat yang diperoleh dari konfrontasi adalah untuk memperjelas
perbedaan :
- Apa yang dianggap bernilai oleh kedua pihak
- Apa yang dipikirkan oleh kedua pihak
- Apa yang dirasakan oleh kedua pihak
- Apa yang ingin dilakukan oleh kedua pihak
- Apa yang ingin benar-benar dilakukan oleh kedua pihak
Dalam konfrontasi terdapat resiko yang dapat melukai perasaan lawan
sehingga dalam pelaksanaannya harus bersikap bijak. Dan jika lawan menjadi
marah atau bersikap defensif, bersiaplah untuk menghadapinya.
Teknik konfrontasi jika dilakukan dengan terampil bisa sangat
berguna, namun jangan terlalu sering digunakan karena akan memunculkan sikap
konfrontatif yang cenderung akan ditakuti dan dihindari pihak lawan.
E REAKSI DALAM KONFLIK
1 Amarah
Amarah dan sikap
bermusuhan dalam diri lawan negosiasi bisa menakutkan dan sulit dihadapi.
Penyebab amarah timbul karena perasan tidak aman, gelisah rasa kurang percaya
diri. Biasanya amarah ditunjukkan dengan bahasa tubuh akibat dari naiknya
tekanan darah dan menegangnya otot-otot. Lawan cenderung berbicara lebih cepat,
tidak teratur, lebih keras dan dengan nada suara yang meninggi serta
menggunakan suara yang agresif.
Cara untuk mengatasi amarah dapat dilakukan dengan cara internal dan
eksternal.
a. Internal, jaga jarak secara
psikologis, dan pahami apa yang terjadi dan jangan libatkan diri
secara
emosional. Sehingga terhindar dari dikuasai oleh amarah dan dapat
berkonsentrasi
untuk bereaksi secara tepat dalam negosiasi.
b. External, biarkan lawan
mengungkapkan perasaannya dan dengarkan dengan baik apa
yang
dikatakannya. Klarifikasi dan analisis penyebab kemarahannya dengan cara
mengulangi
kembali, mengajukan pertanyaan dan lakukan dengan sikap netral
tanpa
meremehkan atau merendahkan lawan. Jangan sekali-kali untuk
membalas
dengan
amarah yang sama.
2 Manipulasi
Penyebab manipulasi
adalah keinginan dari pihak lawan untuk menyembunyikan fakta agar kita tidak
mempunyai pilihan lain dalam negosiasi dan mau menerima usulan pihak lawan.
Untuk menghadapi dapat digunakan teknik kabut,
dengan tidak menunjukkan sikap setuju maupun tidak setuju terhadap perkataan
lawan. Teknik kedua untuk menghadapi manipulasi adalah merenung apa yang
dikatan lawan sehingga menjadi lebih jelas apa yang dimaksud.
3 Perkataan negatif
Dikategorikan sebagai
manipulasi yang secara tidak langsung diwujudkan dalam bentuk serangan secara
personal. Untuk menanganinya adalah dengan mengabaikan yang berarti menolak
memberikan perhatian kepada lawan. Kedua, dengan menantang baik dalam negosiasi
atau secara pribadi setelah negosiasi selesai. Ketiga, klarifikasi, temui lawan
dan tanyakan dengan jelas apakah lawan ingin menyampaikan kritik secara tidak
langsung.
4 Kritik
Kritik jika disampaikan
dengan cara yang konstruktif dapat menjernihkan suasana dan dapat meningkatkan
kualitas hubungan kedua belah pihak. Cara menyampaikan kritik agar berhasil
adalah sebagi berikut :
a. Pilih waktu dan tempat, dan pastikan emosi tidak sedang
meninggi.
b. Jelaskan perilaku yang ingin diubah dengan spesifik, jangan
sampai mengakimi.
c. Ungkapkan perasaan, dan jangan menyalahkan.
d. Meminta perubahan perilaku yang semestinya diinginkan.
e. Jelaskan hal positif yang akan diperoleh dan akibat buruk
jika tidak mau berubah.
f. Ingat, posisi kedua belah pihak adalah sama-sama
penting
g. Akhiri dengan pernyataan positif. Mis :”saya lega kita telah
mengatasinya dan saya
enang bernegosiasi dengan
anda”
h. Umpan balik yang sebanding dengan kritik.
Dalam menyampaikan kritik harus memperhatikan hal-hal sebagi
berikut:
a. Yang dikritik adalah prilaku lawan bukan orangnya
b. Pertimbangkan apabila lawan tidak menyetujui kritikan,
apakah siap berkompromi?
c. Sampaikan kritik dengan cara-cara yang konstruktif
Sedangkan hal-hal yang harus dihindari adalah:
a. Bersikap defensif terhadap kritik, mempertahankan dan
membenarkan perilaku yang telah
dilakukan.
b. Saling serang kritik.
c. Menerima kritik dengan sikap agresif dengan reaksi yang
tidak pantas, pasif dan
manipulatif untuk
menyerang lawan.
Dalam menerima kritik hendaknya kita bersikap asertif, mengakui
bahwa kita salah dan menunjukkan kepada lawan bahwa kita terbuka untuk bersedia
bergerak maju dalam negosiasi, serta menggunakan pendekatan yang positif dan
meminta saran kepada lawan.
F PENANGGUHAN
Jika dalam posisi sulit
usulkan penangguhan negosiasi setidaknya 5 menit atau sehari penuh tergantung
tingkat masalah yang timbul. Setidaknya dengan penangguhan dapat memberikan
kesempatan bernafas dalam negosiasi. Manfaat dari penangguhan negosiasi:
Waktu untuk merenung, negosiasi tidak dimaksudkan untuk diselesaikan
sesingkat-singkatnya.
- Mengurangi ketegangan dan menenangkan pikiran, memberikan waktu
untuk rehat dan
berpikir.
- Mengatur emosi untuk mencegah timbulnya konflik. Mengusulkan
penangguhan ketika
suasana memanas dapat
memberikan kesempatan untuk menenangkan diri dan berpikiran
jernih.
- Mendapatkan lebih banyak informasi, evaluasi dan merevisi sasaran
dan tujuan negosiasi.
- Konsultasi dengan pihak ketiga jika dibutuhkan.
BAB VIII
KESIMPULAN
Negosiasi adalah
bagian penting dalam kehidupan sehari-hari agar dapat bertahan dalam kebersamaan
berkatifitas atau bidang lainnya. Dalam pelaksaaan negosiasi tidak jarang
terjadi konflik yang membawa masalah tersendiri dari tingkat yang sederhana sampai
masalah yang kompleks sehingga mengganggu jalannya negosiasi.
Konflik selalu timbul
jika pandangan satu pihak berbeda dengan pandangan pihak lawan. Agar konflik
dapat memberikan manfaat yang optimal dalam negosiasi dan mengurangi efek
negatifnya, konflik dapat dikelola dengan melakukan pencegahan dan penanganan
konflik sehingga tujuan dan sasaran dalam negosiasi dapat tercapai.
Jika dalam negosiasi
menemukan jalan buntu dapat diusulkan untuk dilakukan penangguhan guna
menyediakan waktu bagi kedua belah pihak untuk berpikir dan merenung ketika
situasi menjadi sulit. Penangguhan bukan berarti menunda negosiasi tetapi untuk
memberikan kesempatan bernapas ketika ketegangan muai meningkat dan waktu
penangguhan harus dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh kedua belah pihak dan bukan
dimaksudkan untuk menghindar dari konflik yang terjadi.
Akhirnya penulis
menyimpulkan apabila konflik dapat dikelola dan ditangani dengan baik, dapat
memberikan manfaat dan akhirnya meningkatkan hubungan yang lebih baik antara
kedua belah pihak sehingga tujuan dan sasaran negosiasi antara kedua belah
pihak dapat tercapai.
DAFTAR PUSTAKA
Basalamah, Anies S. 2004. Perilaku
Organisasi: Memahami dan Mengelola Aspek Humaniora dalam Organisasi. Depok:
Usaha Kami
Heron, Robert dan Caroline
Vandenabeele. 1998. Effective Negotiation: A Practical Guide. Jakarta:
Friedrich-Ebert-Stiftung (FES) Perwakilan Indonesia
Jackman, Ann. 2005. How to
Negotiate: Teknik Suskses Bernegosiasi. Jakarta: Erlangga
Umam, Khaerul. 2010. Prilaku Organisasi , Bandung, Puistaka
Setia 2010
Universitas Gadjah Mada. Program
Magister Kebijakan dan Manajemen Pelayanan Kesehatan. Manajemen Konflik.
http://www.kmpk.ugm. ac.id/data/SPMKK/4e-manajemen%20konflik(revJan’03).doc
(diakses 26 April 2008)
University of Winconsin-Madison.
Academic Leadership Support. What is Conflict? Definitions and Assumptions
About Conflict.
http://www.ohrd.wisc.edu/onlinetraining/resolution/aboutwhatisit.htm (diakses
26 April 2008)
Komentar
Posting Komentar